Mahasiswa FKIP Teliti Budaya Pop Jepang dan Korsel sebagai Terapi Psikologis
OTENTIK ( LAMPUNG ) -- Pada era globalisasi saat ini, penyebaran informasi dapat diakses begitu luas hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk dalam aspek hiburan. Jepang dan Korea Selatan misalnya, kedua negara ini memiliki soft power tersendiri untuk menciptakan hiburan kreatif yang mampu menghipnotis para penggemarnya secara psikologis.
Eksistensi budaya pop Jepang (Weeaboo) dan Korea Selatan (Hallyu) di kalangan anak muda menjadi fenomena sosial yang cukup menarik perhatian. Adanya perasaan jenuh, bosan, dan lelah yang dialami para mahasiswa hingga menimbulkan keinginan untuk memperbaiki suasana hati dan pikiran mereka melalui hiburan.
Alhasil, banyak dari anak-anak muda termasuk mahasiswa yang menjadikan budaya pop tersebut sebagai sarana untuk menghibur diri agar tercipta suasana hati dan pikiran yang semakin baik.
Fenomena sosial tersebut menjadi salah satu landasan bagi para mahasiswa Universitas Lampung (Unila) untuk mempelajari, menganalisis, serta mengobservasi berbagai pengaruh dan perubahan perilaku dari para penggemar budaya pop Asia Timur yang berdampak terhadap kesehatan mental (mental health).
Para mahasiswa tersebut terkumpul dalam sebuah kelompok yang dikenal dengan sebutan tim Weeaboohallyu. Mereka merupakan mahasiswa dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila di bawah bimbingan Dosen Yusuf Perdana, S.Pd., M.Pd.
Penelitian ini berfokus pada mahasiswa yang tergolong sebagai penggemar budaya Weeaboo dan Hallyu yang ada di berbagai perguruan tinggi di Kota Bandar Lampung.
Imelia Putri Wardiyanti, selaku ketua tim Weeaboohallyu juga memaparkan alasan pemilihan tema dan penelitian budaya Jepang dan Korea untuk diajukan sebagai proposal dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial dan Humaniora (PKM-RSH).
Menurutnya Imelia, topik mengenai budaya pop Jepang dan Korea cukup menarik untuk dibahas dan diteliti lebih lanjut. Selain itu, isu kesehatan mental di Indonesia juga menjadi perhatian sangat penting terutama bagi anak-anak muda.
“Jadi, kami punya hipotesis akan ada keterkaitan antara aspek kesehatan mental atau psikologis dengan budaya pop yang digemarinya,” ujar mahasiswa pendidikan sejarah ini ketika diwawancara Minggu, 4 Agustus 2024.
Ia juga memaparkan, terdapat beberapa tujuan dalam penelitian riset sosial humaniora yang mereka lakukan. Tujuan tersebut di antaranya, menganalisis persepsi mahasiswa, pengaruha budaya pop Jepang dan Korea Selatan terhadap mental health awareness, serta menganalisis faktor pendorong yang membuat mahasiswa begitu menggemari budaya populer Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan).
Dilansir dari akun instagram @pkmrsh_weeaboohallyu, hasil riset yang dikeluarkan tim PKM-RSH ini berupa laporan kemajuan, laporan akhir, artikel ilmiah, publikasi penelitian melalui media massa berupa website digital, serta menciptakan sebuah buku yang berhasil meraih Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim Weeaboohallyu, 40 dari 60 mahasiswa (67%) di Kota Bandar Lampung merasakan efektivitas positif terhadap kesehatan mental mereka.
Melalui kegemaran akan budaya pop Asia Timur, yang mana selama menjadi penggemar Weeaboo dan Hallyu mereka merasakan peningkatan suasana hati yang baik (mood) dan juga dorongan positif untuk mempelajari bahasa dan berbagai elemen kebudayaannya.
“Untuk respondens kami yakni mahasiswa yang tersebar di sepuluh perguruan tinggi di Kota Bandar Lampung. Rata-rata dengan umur sekitar 19-22 tahun, totalnya 60 mahasiswa. Para respondens ini juga merupakan penggemar budaya pop Jepang dan Korea Selatan,” ujar Imelia.
Selain itu, keberadaan budaya pop Jepang dan Korea Selatan menimbulkan dorongan yang positif bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih percaya diri, sebagai sarana untuk mencintai diri sendiri (self love), memperluas relasi dengan berbagai komunitas sesama penggemar, serta adanya motivasi dalam meningkatkan skill untuk mengikuti gaya dan tren yang ada di negara Jepang dan Korea Selatan.
Dengan demikian, kehadiran budaya pop Jepang dan Korea Selatan dapat menjadi media penyembuhan (healing) dari rasa bosan, lelah, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya yang terjadi di kalangan anak muda.
Hal tersebut juga termasuk sebagai bentuk kesadaran untuk peduli terhadap kesehatan mental dengan berekspresi dan menikmati hal-hal yang disukai melalui hiburan kreatif.
Topik mengenai mental health awareness serta keberadaan budaya pop Jepang dan Korea dapat meningkatkan kesadaran kepada mahasiswa dan masyarakat, bahwa cara menumbuhkan kesehatan mental dapat dibangun melalui hobi secara positif.
Selain itu, Kedua budaya pop Asia Timur juga dapat menjadi media hiburan tersendiri bagi segelintir orang terutama sebagai pelipur kesedihan dan kesepian. Bahkan dapat pula menjadi media healing atas rasa lelah yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.(Hms)
Comments