Ekonomi

Inflasi Provinsi Lampung Stabil Menjelang Akhir Tahun 2024


OTENTIK ( LAMPUNG ) -- Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada bulan November 2024 tercatat

mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm), lebih tinggi dibandingkan periode Oktober 2024

yang mengalami inflasi sebesar 0,20% (mtm). Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan

capaian nasional yang tercatat inflasi sebesar 0,30% (mtm), walaupun lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata tingkat perkembangan IHK di Provinsi Lampung pada bulan

November dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,48% (mtm).

Secara tahunan, IHK di Provinsi Lampung pada bulan November 2024 mengalami inflasi

1,50% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 1,94% (yoy),

begitu juga jika dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,55% (yoy).

Dilihat dari sumbernya, inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan harga pada

kelompok makanan dan minuman. Komoditas utama penyumbang inflasi tertinggi adalah

bawang merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih dan jeruk dengan andil masing-

masing sebesar 0,21%; 0,09%; 0,04%; 0,03%; dan 0,03% (mtm). Peningkatan harga

bawang merah disebabkan oleh telah masuknya musim hujan sehingga berdampak kepada

produktivitas penghasil lokal (Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Pesawaran) serta

wilayah rekanan (Brebes). Adapun peningkatan harga tomat juga disebabkan oleh curah

hujan yang tinggi menyebabkan tomat cepat membusuk sehingga petani mengalami gagal

panen. Peningkatan harga daging ayam ras disebabkan oleh harga pakan ternak (jagung)

yang mengalami kenaikan. Adapun hal tersebut tercermin dari data harga PIHPS untuk

komoditas daging ayam ras secara rerata sebesar Rp31.500,00, lebih tinggi dari Rp29.500,00

pada bulan sebelumnya. Lebih lanjut, peningkatan harga bawang putih dan jeruk turut

disebabkan oleh melambatnya impor serta dampak cuaca yang menghalangi distribusi ke

pasar. Adapun dampak cuaca tersebut sejalan dengan prakiraan BMKG bahwa mayoritas

wilayah di Provinsi Lampung menghadapi intensitas hujan menengah-tinggi pada bulan

Desember 2024.

Di sisi lain, inflasi yang lebih tinggi pada November 2024 tertahan oleh sejumlah komoditas

yang mengalami deflasi, terutama beras, cabai rawit, kentang, kopi bubuk, dan terong

dengan andil masing-masing sebesar -0,03%; -0,03%; -0,02%; -0,01%; dan -0,01% (mtm).

Penurunan harga beras sejalan dengan telah masuknya panen gadu pada pertengahan bulan

Oktober 2024. Hal tersebut tercermin dari produksi padi sebesar 525,8 ton GKG, tumbuh

22,85%(yoy) pada triwulan IV 2024. Adapun penurunan harga cabai rawit pasokan yang

berlimpah pasca panen raya di daerah sentra (Jawa Timur). Melambatnya harga kopi bubuk

disebabkan oleh telah masuknya panen petani lokal. Adapun harga terong dan kentang


melambat disebabkan oleh pasokan yang terjaga serta tidak diiringi oleh permintaan yang

tinggi.

Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi IHK di Provinsi

Lampung akan tetap terjaga pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) hingga dengan

akhir tahun 2024. Namun, diperlukan upaya mitigasi risiko-risiko sebagai berikut, antara lain

dari Inflasi Inti (Core Inflation) berupa peningkatan demand menjelang periode HBKN Nataru

serta berlanjutnya peningkatan harga emas. Selanjutnya dari sisi Inflasi makanan yang

bergejolak (Volatile Food) adalah (i) kenaikan harga bawang merah dan aneka cabai seiring

dengan curah hujan yang meningkat pada akhir tahun; (ii) kenaikan harga minyak goreng

sejalan dengan peningkatan harga global. Adapun risiko dari Inflasi Harga yang diatur

pemerintah (Administered Price) yang perlu mendapat perhatian di antaranya yaitu kenaikan

harga aneka rokok sejalan dengan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2024 sebesar 10% dan

rokok elektrik sebesar 15%.

Meninjau perkembangan inflasi bulan berjalan dan mempertimbangkan risiko inflasi ke

depan, Bank Indonesia dan TPID Provinsi Lampung akan terus melanjutkan upaya

menjaga stabilitas harga melalui strategi 4K.

1. Keterjangkauan Harga

a. Melakukan operasi pasar beras/SPHP secara kontinyu hingga harga kembali turun

sampai dengan HET. 

b. Melakukan monitoring harga dan pasokan, khususnya pada komoditas yang berisiko

mengalami kenaikan harga seperti bawang merah, aneka cabai, serta daging ayam

ras.

2. Ketersediaan Pasokan

a. Implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/Non-IHK, yaitu Toko

MAPAN di Kota Metro, toko TAPIS di Kota Bandar Lampung, dan toko TOPIK di

Kabupaten Lampung Selatan.

b. Penguatan kerjasama antar daerah (KAD) untuk komoditas-komoditas defisit dan

berisiko defisit dengan daerah sentra produksi.

3. Kelancaran Distribusi

a. Penguatan kapasitas transportasi dengan penambahan volume dan rute penerbangan

Lampung menuju Jakarta, Batam, Medan, dan Bali.

b. Penguatan implementasi Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar) dalam menjaga

kelancaran operasi pasar.

4. Komunikasi efektif


a. Melakukan rapat koordinasi rutin mingguan di setiap Kabupaten/Kota dalam rangka

menjaga awareness terkait dinamika harga dan pasokan terkini.

b. Memperkuat sinergi komunikasi dengan media dan masyarakat dalam untuk

mencegah perilaku panic buying. (***)

Comments