Mengenang 20 Tahun Tragedi Tak Bai : Pembantaian Keji yang Tak Pernah Terlupakan
OTENTIK -- Pada 25 Oktober 2004, terjadi Tragedi Berdarah Tak Bai, sebuah pembantaian keji terhadap umat Muslim Melayu Patani di Thailand Selatan.
Peristiwa bermula ketika masyarakat melakukan aksi damai di luar kantor polisi Tak Bai, Narathiwat, untuk menuntut pembebasan enam warga sipil yang ditangkap atas tuduhan penyelundupan senjata. Aparat keamanan merespons demonstrasi ini dengan kekerasan brutal. Mereka melepaskan tembakan dan gas air mata, yang mengakibatkan tujuh orang pengunjuk rasa tewas di tempat kejadian.
Yang lebih mengerikan, lebih dari 1.300 orang ditangkap. Para demonstran dipukul, ditendang, dipaksa menanggalkan pakaian, dan dinaikkan ke atas truk militer dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi. tangan terikat di belakang, berbaring telungkup, dan ditumpuk satu sama lain seperti barang.
Penyangkalan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Selama perjalanan darat yang memakan waktu sekitar lima jam menuju kamp militer di Patani dalam keadaan sesak, tanpa makanan, dan minuman sebanyak 78 warga Muslim Patani meninggal dunia.
Pemerintah Thailand saat itu, di bawah Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, memberikan tanggapan yang sangat kontroversial dan menyakitkan bagi keluarga korban. Mereka mengklaim bahwa 78 korban tewas akibat "mati lemas" atau "sesak napas" karena kondisi truk yang terlalu padat, dan bahkan secara terang-terangan menuding bahwa korban "sudahpun lemah akibat berpuasa selama bulan Ramadan," sebuah pernyataan yang dinilai sebagai upaya untuk menyangkal tanggung jawab aparat.
Tragedi ini merupakan puncak dari serangkaian kebijakan diskriminatif dan rasis yang diterapkan oleh pemerintah Thailand terhadap warga Melayu Muslim Patani. Mereka adalah kelompok minoritas yang terus berjuang untuk mempertahankan identitas, agama, dan budaya mereka. Hak-hak mereka untuk mengajarkan Pelajaran Agama Islam dan Bahasa Melayu di sekolah-sekolah telah dibelenggu oleh kebijakan "Siamisasi" yang mencoba menyamakan mereka dengan etnis Thai.
Ketika mereka menyuarakan kritik dan memperjuangkan hak asasi, yang mereka terima justru adalah kekerasan yang biadab. Keadilan yang Kandas. Batas Waktu Penuntutan Berakhir Hampir 20 tahun berlalu, keadilan bagi korban dan keluarga Tragedi Tak Bai masih menjadi angan-angan. Para eksekutor dan komandan yang bertanggung jawab tidak pernah diseret ke depan palu hakim.
Pada 25 Oktober 2024 Kemarin, statuta pembatasan waktu penuntutan pidana atas kasus ini telah berakhir (20 tahun setelah kejadian). Meskipun baru-baru ini Kejaksaan Agung Thailand telah memutuskan untuk mendakwa beberapa petugas militer dan sipil, batas waktu hukum ini telah menimbulkan keraguan besar di kalangan pengacara dan kelompok HAM bahwa para terdakwa akan benar-benar diadili. Bahkan, ada permintaan agar pemerintah mengeluarkan dekret untuk memperpanjang batas waktu, namun permintaan tersebut berisiko melanggar Konstitusi, menjadikannya jalan yang sangat sulit.
Apa yang dialami saudara-saudara kita warga Patani adalah bentuk penindasan yang luar biasa. Hilangnya batas waktu penuntutan ini adalah bentuk kegagalan sistem hukum dan ketidakadilan yang abadi, yang menambah luka dalam konflik di Thailand Selatan. Kami mengajak teman-teman semua untuk bersolidaritas atas dasar kemanusiaan. Mari kita terus menyuarakan tragedi ini dan menuntut pertanggungjawaban dari para pelaku. (***)
TUNAS, 25 Oktober 2025


Comments