Terawan, Tukang Cuci Otak, Dibina atau Dibinasakan
Oleh Herman Batin Mangku *)
OTAK manusia seperti central processing unit (CPU). Jika CPU komputer jebol prosesornya, teknisi tinggal melemparnya ke tong sampah, tak bisa diperbaiki lagi, harus ganti baru. Jika otak manusia yang jebol, bagaimana cara menggantinya?
Terawan Agus Putranto, satu-satunya dokter yang berani dan bisa memberbaikinya. Berani, karena tanpa melalui pembuktian ilmiah (evidence bassed), dia telah melakukannya sejak tahun 2005. Bisa, dia sudah sembuhkan 50 ribu pasien stroke dalam 4-5 jam paskaoperasi.
Jerman, negara yang dianggap jenius, geleng-geleng kepala, tabik dengannya. Negara cerdas itu ikut menerapkan metode Digital Substraction Angiography (DSA), cuci otak (brain washing) dokter bintang dua TNI ini lewat paten Terawan Theory.
Di negerinya, Indonesia, Terawan malah memanen kontroversi hingga klimaknya dipecat Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menstempelnya bukan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.
MKEK maupun IDI tidak salah. Mereka cuma menjalankan aturan main. Terawan juga belum pernah disalahkan 40 ribuan pasien yang datang stroke dan bisa pulang bermain bola lagi dengan anak cucu.
Sederet tokoh hebat seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Edy Sutrisno, Dahlan Iskan, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan seorang perdana menteri asing saksi pengobatan kepala RS RDPAD Gatot Subroto, Jakarta, itu.
Tidak cuma Terawan yang mengalami nasib seperti itu. Warsito P Taruno yang menemukan alat pembasmi sel kanker ECCT (Electro-Capacitive Cancer Therapy). Alat tersebut membuat kliniknya dibanjiri pasien, murah pula.
Namun, Kementerian Kesehatan dengan sejumlah alasan mempersilahkan menutup tempat pelayanan kesehatannya. Sama dengan Terawan, Warsito P Taruno dianggap belum memenuhi prosedur penelitian ilmiah.
Masih banyak penemu dan temuan yang tidak melalui pembuktian ilmiah lebih dulu. Ada lima obat dan alat kesehatan yang awalnya ditemukan tak sengaja, yakni obat bius, penicilin, viagra, valium, dan alat pemicu jantung.
Untuk melalui proses penelitian ilmiah, kadang butuh waktu dan biaya mahal. Banyak yang mentok di situ. Sisi lain, mereka yang terserang stroke dan kanker butuh segera pertolongan mereka.
Terawan dan Warsito sudah terbukti menolong ribuan orang. Pemangku kebijakan ketok palu tanpa solusi. Kenapa tidak ada respect apa lagi support dari mereka yang tengah menggenggam kebijakan terhadap orang-orang semacam mereka?
Mereka aset bangsa, temuannya berpotensi menyelamatkan kesehatan masyarakat dunia dari dua penyakit mematikan zaman now. Mereka hanya belum melalui proses standar ilmiah yang ada saat ini.
Uang yang berputar dalam dunia kesehatan sangatlah besar. Kesehatan masih barang mahal. Bisa jadi, temuan Warsito dan Terawan, solusinya, jauh lebih murah dan mumpuni.
Apa karena malah hal itu justru yang membuat mereka sesak harus bertarung sendiri dengan kontroversi dan dicap ilegal, tidak ilmiah?
Terawan sudah membeberkan metode pengobatannya. Warsito juga sudah diundang ke beberapa negara untuk memaparkan metodenya.
Bagaimana jika negara asing yang lebih tanggap, menelitinya lebih lanjut, untuk kemudian masuk kembali ke negeri kita dengan alat, standar prosedural, berikut dokternya? Mereka masukan ke dalam industri kesehatan yang sudah pasti mahal.
Jika pemerintah selalu cepat tanggap, respect dan support, para penemu "amatiran" barangkali akan bermunculan dengan karya-karya besar lainnya.
Siapa tau kelak ada yang menemukan pencuci otak pembersih watak korupsi, nyir-nyir terhadap karya anak bangsa, iri orang lain lebih sukses, cari aman, dan bermacam penyakit lainnya.
Karena, jika itu ada, saya juga mau ikutan cuci otak, biar bisa bersih dan wangi sepanjang hari.
Tabikpun.
*) Pengurus PWI Lampung, Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerjasama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
Comments