Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Menyetujui 1 (Satu) Pengajuan Restorative Justice
OTENTIK
(JAKARTA) – Senin (18/4/2022), Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 1 (satu)
Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu berkas
perkara atas nama Tersangka DONI BIN SAIDI dari Kejaksaan Negeri Bangka yang
disangka melanggar Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP tentang
Penipuan/Penggelapan.
Ekspose
dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana,
Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H.,
Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan
Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative
justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Kasus berawal
pada hari Jumat tanggal 04 Februari 2022 sekira pukul 18.30 WIB, Tersangka
awalnya telah berpura-pura sebagai pemilik rumah kontrakan membuat saksi korban
ADI PUTRA yang sedang mencari rumah kontrakan bersedia meminjamkan 1 (satu)
unit Sepeda Motor Merk Honda jenis Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BN
6411 QP miliknya dengan alasan akan pergi membeli kopi.
Tersangka
kemudian langsung pergi meninggalkan kontrakan dan bukan untuk membeli kopi
namun menjual HP milik Tersangka. Sebelum menjual HP tersebut, Tersangka
menelpon saksi FAJRIE dan mengatakan hendak merental mobil. Tersangka lalu
merental mobil pada orang tua saksi Fajrie dan menyerahkan uang sebesar
Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) kepada saksi Fajrie serta menitipkan
sepeda motor tersebut di garasi mobil.
Tersangka
sempat kembali ke rumah kontrakan dan dengan alasan sepeda motor milik saksi
korban pecah ban meminta uang sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) lalu
pergi meninggalkan saksi korban di rumah kontrakan dan pergi dengan menggunakan
mobil rental. Akibat perbuatan Tersangka, saksi korban mengalami kerugian
sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Adapun alasan
Tersangka melakukan perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dikarenakan tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan, sementara Tersangka memiliki
1 (satu) orang anak yang berusia 1 (satu) tahun dan tinggal bersama mantan
istrinya. Meski demikian, Tersangka harus memberikan nafkah kepada anaknya
tersebut.
Alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan
yaitu:
Tersangka
baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
Ancaman
pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Telah
dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban
sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka
berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses
perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa
tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan
korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak
akan membawa manfaat yang lebih besar;
Motor milik
saksi korban tidak sempat dijual oleh Tersangka sehingga dikembalikan kepada
saksi korban;
Pertimbangan
sosiologis;
Masyarakat
merespon positif;
JAM-Pidum
mengingatkan penyetujuan pemberian restorative justice sejatinya bukan untuk
menghentikan perkara namun semangatnya adalah memulihkan keadaan saksi korban.
“Karena
penghentian itu ranahnya tidak cukup bukti sedangkan perkara yang diajukan
dalam restorative justice sudah memiliki cukup bukti dan P-21. Maka, setelah
disetujui pemberian restorative justice, Jaksa Agung melalui JAM-Pidum
menggunakan hak oportunitas untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan,”
ujar JAM-Pidum.
JAM-Pidum
mengatakan bahwa yang ingin dibangun adalah keseimbangan dalam kehidupan
masyarakat untuk tidak berhadapan dengan hukum yaitu dengan membuat
permasalahan hukum menjadi lebih baik, treatment-nya lebih sehat, tidak
memidana namun memulihkan. Menurutnya, ini filosofis restorative justice yang
harus didalami.
Selanjutnya,
JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM
Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan
kepastian hukum. (ida/K.3.3.1)
Comments