Jangan Sampai Wartawan, Media, dan Wadah Organisasinya Menjadi Kehilangan Independensi
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) – Ketua Jaringan Media
Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Lampung, Herman Batin Mangku, prihatin gampang emosinya beberapa pemimpin menghadapi
wartawan atau pemberitaan media di daerah ini.
Tapi juga,
media apalagi wadah organisasi jangan sampai terpolitisasi bahkan dimanfaatkan
di luar kepentingan jurnalistik. "Misalnya, jika Si A digasak
habis-habisan, giliran Si B tutup mata," ungkap Herman Batin Mangku di
Bandarlampung, Selasa (10/11/2020).
Apa lagi di
tahun politik ini, jangan sampai wartawan, media, dan wadah organisasinya
menjadi kehilangan independensi dan etikat baik karena ada agenda lain atau tak
disadari dimanfaatkan kepentingan lain.
“Wartawan
menjadi pendobrak dan penyampai kritik kepada penguasa dan selalu menyuarakan
suara rakyat, bukan kepentingan kelompok. Independensi adalah rohnya wartawan,”
tegasnya.
Senin (9/11/2020),
Wali Kota Bandarlampung Herman HN marah terhadap wartawan Lampung TV sampai mengatakan hendak memecah kepala sang wartawan
ketika ditanya berulang terkait netralitas ASN.
Gubernur
Lampung Arinal Djunaidi pernah pula mengatakan agar wartawan RMOLLampung menulis yang baik-baik saja
agar tidak "innalilahi". Padahal, media tersebut tak menulis berita
yang dimaksud sang kepala daerah.
“Dari kedua
peristiwa tersebut, ada sikap wartawan, media, dan wadah media yang berbeda
walau masalahnya sama-sama terkesan adanya arogansi penguasa terhadap
kerja-kerja jurnalistik,” katanya.
Menurut
Herman Batin Mangku, semua hal itu sebetulnya tak perlu terjadi karena sudah
menjadi tugas wartawan untuk bertanya, konfirmasi, walau pertanyaannya dirasa
tak nyaman oleh sang penguasa.
"Jika
enggan menjawab juga tak ada-apa, cukup katakan no coment," katanya lagi.
Hal itu,
katanya, untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik memeroleh
informasi yang benar berlandaskan moral dan etika profesi dalam menjaga
kepercayaan publik, integritas, serta profesionalitas. (red/rls)
KODE ETIK
JURNALISTIK
Pasal 1
Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan
Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Pasal 4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia
tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Pasal
10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Pasal
11
Wartawan
Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penilaian
akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.
Comments