Ketua DPRD Anna Morinda Terima Perwakilan Pengunjuk Rasa Penolakan UU MD3
ADVERTORIAL
KOTA METRO-Puluhan massa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), unjuk rasa di depan Gedung DPRD Metro, aksi itu dalam rangka menyuarakan penolakan terhadap revisi tentang Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).
Kehadiran massa tersebut akhirnya disambut dengan baik. Lalu mereka diperkenankan masuk ke gedung DPRD setempat yang diterima langsung oleh Ketua DPRD Anna Morinda, Fahmi Anwar SE Wakil Ketua II, Basuki SPD Ketua Komisi I, Hendri Suranto SE Ketua Komisi III Alijar Angota komisi II dan Drs Nasrianto Efendi M, AP. Komisi I di ruang aula DPRD Kota Metro, Jumat (9/3/2018).
Dalam aksi demo itu, dijaga ketat oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) dan anggota Polres Metro yang berjaga menahan massa, karena massa tersebut tidak mampu ditampung dalam ruangan aula DPRD mengingat ruangan tersebut sangat terbatas, sehinga sebagian saja yang masuk ke dalam ruangan tersebut.
Dalam ruangan Aula tersebut Galih Pangestu, juru bicara PMII Kota Metro menyampaikan bahwa dengan diterbitkannya revisi UU MD3 kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang selama ini menjadi simbol demokrasi kini telah mati ditangan DPRD. “Hal ini, ditandai dengan disahkannya rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU nomor 17 tahun 2014, tentang MD3,” kata Galih
Lebih lanjut Galih menambahkan, bahwa pihaknya menolak dengan tegas pasal-pasal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dalam revisi UU MD3 itu. Sebab, pada revisi UU MD3 tersebut terdapat beberapa pasal yang mengkriminalisasi dan sekaligus mengkerdilkan hak berpendapat rakyat, diantaranya pasal 73, pasal 122 huruf (k) dan pasal 245.
“Adapun isi dari pasal 73, terang Galih, DPR akan menggunakan kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa bahkan melakukan penyanderaan selama 30 hari. Sementara itu, pasal 122 huruf (k), mengatur tentang kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR,” jelasnya.
Galih menilai, pelarangan mengkritik anggota dewan ini akan merusak hak demokrasi masyarakat. Ia menambahkan, DPRD Metro harus membuat pernyataan penolakan revisi UU MD3 baik secara tertulis maupun secara lisan. Pihaknya, akan segera kembali ke gedung DPRD Metro.
Pada kesempatan penerimaan unjuk rasa di aula DPRD setempat Anna Morida menyampaikan kepada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), bahwasanya, Ketua DPRD Kota Metro Anna Morinda meminta agar kalangan mahasiswa tidak alergi partai politik (parpol).
Hal itu diungkapkan Anna Morinda saat menerima aksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasisa Islam (PMII) setempat,
Menurut Anna Morinda, mahasiswa atau organisasi (PMII) khususnya merupakan organisasi independen dan tidak berafiliasi dengan parpol. "Tetapi, bukan berarti mahasiswa alergi parpol,” tegas Anna.
Politisi PDIP itu meneruskan, undang-undang dan prodak hukum di negara Indonesia, merupakan hasil kerja parpol melalui perwakilannya di DPRD RI.
"Jadi, pelaksanaan kebijakan di negeri ini tidak terlepas dari kinerja orang-orang parpol,” tambahnya.
“Kalau DPRD hanya berhak mengatur atas perda setempat, tetapi kalau menyangkut masalah UU, itu haknya DPR RI,” ujar Anna.
Pada kesempatan yang sama Hendri Suranto SE dari Komisi III dan Alijar Komisi II Partai Nasdem, pribadi, menyatakan menolak dengan adanya revisi tentang Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD 3), tapi kalau dari kelembagaan ternyata tidak ada sikap untuk Undang-Undang tersebut. (ADV)
Comments