Berita Hangat

Setelah Dilantik, Komisioner KPK Wajib Laporkan LHKPN

OTENTIK (JAKARTA)--Ketua Paniti Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih menyatakan para kandidat pimpinan KPK tidak wajib melaporkan harta kekayaannya (LHKPN) sebelum mereka diangkat (dilantik) menjadi pimpinan KPK.

“Dalam undang-undangnya, pasal 29 mengatakan bahwa dalam hal calon pimpinan KPK, ketika diangkat sebagai komisioner harus mengumumkan harta kekayaannya sesuai peraturan perundang-undangan yang ada,” ungkap Yenti kepada wartawan sesaat sebelum dimulai seleksi psikotes para Capim KPK di Pusdiklat Setneg, Jakarta, Minggu (28/7/2019).

Yenti menjelaskan, Pansel menerjemahkan ketentuan tersebut bahwa para kandidat wajib melaporkan LHKPN jika sudah diangkat menjadi komisioner KPK.

“Kita (Pansel) tidak punya kewenangan langsung, mana LHKPN-nya? Kalau ada masukan, kita akan pertimbangkan, itu biasa. Setiap Pansel selalu mengatakan itu,” jelas Yenti menanggapi Koalisi Kawal Capim KPK yang menyatakan mayoritas pendaftar yang berasal dari aparat penegak hukum maupun yang telah purnatugas tidak patuh dalam melaporkan LHKPN pada KPK.

Dalam syarat administrasi, Yenti menegaskan, para kandidat hanya wajib membuat surat pernyataan apabila diangkat menjadi pimpinan KPK bersedia melaporkan LHKPN, tidak merangkap jabatan, dan  meninggalkan pekerjaan asalnya. “Undang-undangnya kan seperti itu,” tegasnya. 

Yenti mengungkapkan, para kandidat dari golongan swasta tidak punya kewajiban melaporkan LHKPN.

“Kalau sejak awal (pendaftaran) begini (wajib melaporkan LHKPN), malah nanti enggak ada yang mau mendaftar, gimana?,” ujarnya.

Terkait proses seleksi Capim KPK, Yenti kembali menegaskan setiap kandidat harus mengikuti tahap-tahapan seleksi, termasuk tahapan psikotes. “Semua harus ikuti semua tahapan. Ada satu saja yang tidak diikuti, langsung digugurkan,” katanya. 

Untuk tahapa psikotes, Yenti memprediksi peserta yang lulus akan mencapai 40 sampai 50 orang. Dari semua tahapan seleksi yang dilalui, Pansel akan memilih 10 kandidat terbaik untuk direkomendasikan kepada Presiden dan kemudian diajukan ke DPR.

Yenti berharap, 10 Capim KPK yang nantinya direkomendasikan kepada Presiden merupakan orang-orang berkualitas. 

SDM SIAP PAKAI

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menyarankan agar Pansel memilih orang-orang yang siap pakai menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023. Dia menilai sosok Capim KPK seperti Irjen Pol. Ike Edwin merupakan sumber daya manusia (SDM) yang siap pakai.

“Saya menyarankan agar Pansel (panitia seleksi) memilih orang-orang seperti beliau (Ike Edwin). Karena orang-orang seperti beliau ini sumber daya manusia yang siap pakai,” kata Irman Putra Sidin dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) yang ditayangkan TV One, Selasa (23/7/2019).

Irman yang menjadi pembicara penutup dalam acara tesebut mengatakan UU KPK tidak pernah berbicara tentang orang, tetapi berbicara tentang institusi.

Itu sebabnya, dia menyarankan agar orang-orang berkualitas dan berintegritas yang baik direkrut menjadi penyelenggara negara.   

Apalagi, kata dia, orang-orang yang memiliki pengalamanan dan siap pakai dari lembaga-lembaga penting. “Pansel jemput saja orang-orang seperti itu dari lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan ASN untuk mendaftar,” ujarnya.

Menurut Irman, KPK pada masa mendatang masih tetap membutuhkan Kepolisian. Irman lalu menguraikan sejarah singkat lahirnya undang-undang yang menjadi dasar pembentukan KPK.  

“Tahun 1998-99, kita marah lahirlah reformasi. Kita marah dengan korupsi yang terjadi. Kemudian kita membentuk sistem pemberantasan korupsi. Delik pidananya yang tadinya sempit, kita lebarkan,” urainya. 

Tak cukup sampai di situ, kata Irman, maka dibuatlah UU No. 31 Tahun 1999 yang melahirkan KPK. UU KPK mengamanatkan unsurnya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.

“KPK dibentuk karena institusi penegakan hukum dalam lingkup pemerintahan seperti Kepolisian dan Kejaksaan dianggap tidak mampu menjalankan fungsi yang besar ini,” katanya. 

Pada tahun 2000, menurut dia, ada putusan konstitusional yang memberikan otoritas yang besar kepada Polri untuk menjalankan kewenangan menjaga keamanan dan ketertiban, melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat serta penegakan hukum. 

“Maknanya, isntitusi Kepolisian adalah institusi niscaya. Tidak mungkin negara ini ada tanpa isntitusi kepolisian,” ungkapnya. (ida/rls)


Comments