Berita Hangat

Sejumlah Aktivis Merangsek Aksi Tuntut Solusi Konkret Persoalan Banjir atau Walikota Mundur!

Foto: Istimewa

OTENTIK ( Bandar Lampung ) -- Sejumlah aktivis muda civil society di kota tapis berseri melakukan aksi menuntut Walikota Eva Dwiana dan jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung untuk beri solusi konkret nyata atas persoalan banjir yang makin parah sampai menghilangkan nyawa beberapa orang rakyat miskin meninggal dunia akibat dari bencana ekologis banjir yang gagal ditangani oleh Pemerintah, Kamis (24/04/2025). 


Dalam siaran pers yang disampaikannya, aksi tersebut adalah bentuk protes kekecewaan atas langkah, tindakan dan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung yang dipimpin semasa dua periode berjalan oleh Walikota Eva Dwiana tidak memberikan solusi konkret nyata dalam penyelesaian banjir di kota Tapis Berseri. 


Para aktivis civil society tersebut menilai bahwa penanganan bencana ekologi dilakukan Pemkot Bandar Lampung merupakan yang paling buruk, bahkan kacau balau tidak serius serta tak jelas arah kebijakan dengan tindakan yang dilakukan. 


Aksi yang dilakukan oleh mereka di Depan Kantor Walikota itu adalah sebagai bentuk kemarahan atas kacau balaunya penanganan Banjir di Bandar Lampung. Bahkan disampaikan olehnya, sejak beberapa tahun belakang, banjir yang terjadi menyengsarakan rakyat. 


Bahkan, kondisi sekarang, kata salah satu Aktivis dalam orasinya mengakatan bemcana ini bukan cuma berdampak pada kerugian materi mengancurkan rumah harta benda warga, tapi juga telah membunuh banyak rakyat miskin di kota Tapis berseri. 


“Walikota secara struktural merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas kekacauan ini,” kata Wahyu, salah satu Aktivis.


Pada 2019, BPBD setempat mendata 2.528 unit rumah terendam banjir. Peristiwa itu salah satu banjir terparah di Bandar Lampung. Data terbaru, setidaknya 14 ribu rumah dan 11 ribu orang terdampak banjir. Terdapat sejumlah faktor yang memperparah banjir, antara lain penghilangan ruang terbuka hijau (RTH) dan perusakan bukit. Kemudian, buruknya tata kelola sampah, sungai, hingga drainase.


Di Bandar Lampung, RTH yang tersisa hanya 4,5 persen. Dari 33 bukit, hampir semuanya rusak akibat penambangan dan alih fungsi lahan. Sementara, akibat aktivitas penggerusan bukit dan perusakan lingkungan membuat terjadinya penumpukan sedimentasi wilayah aliran air yang berada di dataran rendah daerah setempat. Dengan begitu sistem infrastruktur aliran drainase serta sungai pun mengalami pendangkalan. 


“Walikota tidak pernah punya solusi kongkret untuk penyelesaian banjir. Yang ada hanya meninjau dan bantuan nasi,” ujar Wahyu.


Ia mengungkap bahwa aksinya tersebut akan dilakukan mereka secara kontinu (berketerusan) sampai Walikota memberikan solusi. Sebab bila terus didiamkan, Banjir akan membunuh lebih banyak orang. 


“Mana solusi konkretnya? Kalau merasa gak punya Kompetensi, silakan mundur dari jabatan Walikota. Inkompetensi membunuh lebih banyak orang daripada Kejahatan,” tegas Wahyu.


Selain demikian, para aktivis civil society tersebut juga mengecam tindakan represif dan penghalangan aksi oleh aparat. Menurutnya, kebebasan berekspresi dan berpendapat dijamin konstitusi negeri ini. Untuk itu, Pemerintah wajib menghormati, menjamin, dan melindungi hak konstitusional warga negara tersebut.(***)

Comments