Siaran Pers: Kebijakan OJK Menjaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Terjaga Hingga Akhir Tahun
OTENTIK (JAKARTA) – Dalam siaran pers, Senin (28/12/2020),
Otoritas Jasa Keuangan terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan
yang telah dikeluarkan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah
perlambatan perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19.
Sampai dengan
data November 2020, stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di
tengah upaya OJK dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang
terus dilakukan Pemerintah.
Berbagai
kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan OJK untuk mencegah dampak
pandemi Covid-19 yang lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan,
khususnya untuk membantu masyarakat, sektor informal, UMKM dan pelaku usaha, d
iantaranya dengan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan (leasing)
yang diperpanjang hingga Maret 2022.
Hingga 30
November, total kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp951,2 triliun dari
sekitar 7,53 juta debitur di perbankan yang terdiri dari 5,80 juta debitur UKM
dengan nilai Rp382 triliun dan 1,73 juta debitur non UKM dengan nilai Rp569,2
triliun.
Sementara
total restrukturisasi untuk perusahaan pembiayaan hingga 15 Desember mencapai
Rp188,3 triliun dari 4,94 juta kontrak. Sedangkan nilai restrukturisasi di LKM
mencapai Rp26,4 miliar termasuk Rp4,5 miliar di BWM.
Berbagai
kebijakan lain yang telah dikeluarkan OJK untuk menjaga stabilitas sektor
keuangan serta untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional antara lain:
Kebijakan
Menjaga Fundamental usaha sektor riil:
1. Melalui
POJK 11/POJK.03/2020, pada Maret 2020 OJK mengeluarkan kebijakan kolektabilitas
satu pilar melalui restrukturisasi kredit yang melakukan penilaian kualitas
kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran
pokok dan atau bunga untuk kredit/pembiayaan sampai dengan Rp10 miliar dan
diprioritaskan untuk sektor terdampak dan UMKM termasuk di antaranya adalah pengemudi
ojek online.
2. Masa
berlaku kebijakan ini dari yang sebelumnya berlaku hingga 31 Maret 2021
diperpanjang menjadi 31 Maret 2022 melalui POJK Nomor 48/POJK.03/2020 yang
dikeluarkan Desember ini.
3. Untuk
sektor industri keuangan non bank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi
untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK ini merupakan
kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga
stabilitas industri keuangan non bank dan memberikan keringanan bagi para
debitur khususnya Perusahaan Pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
4. Masa
berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember
2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan
Desember ini.
Menjaga
Stabilitas Pasar Keuangan:
Sejak awal
dampak pandemi ini mempengaruhi perekomian Indonesia, OJK langsung mengambil
berbagai kebijakan:
1. Melarang
short selling untuk sementara waktu.
2.
Pemberlakuan asimetric auto rejection dan trading halt 30 menit untuk penurunan
5 persen perdagangan.
3. Peniadaan
perdagangan di sesi pre-opening.
4.
Pemberlakuan buy back saham tanpa melalui RUPS.
Selain itu
dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti
relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan
di bursa efek dan pelaksanaan fit and proper test virtual.
Kebijakan
stimulus lanjutan:
Untuk terus
mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai
kebijakan stimulus lanjutan seperti:
1. Penundaan
pembelakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas
bagi perbankan.
2. Peniadaan
kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer sebesar 2,5 persen ATMR sampai
dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk
memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan.
3. Penurunan
batas minimum rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio
(NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang
bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan.
4. Penundaan
penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas
terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan.
5. Penurunan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum bagi BPR dan relaksasi penempatan dana antarbank bagi BPR
untk meningkatkan kapasitas permodalan dan memberikan kelonggaran likuiditas.
6. Pemasaran
Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk
menjaga penjualan produk asuransi.
7. Kebijakan
restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi LKM dan BWM untuk meringankan
beban masyarakat pelaku usaha mikro.
Stabilitas
sektor keuangan terjaga
Perkembangan
stabilitas sektor keuangan hingga November masih menunjukan kondisi yang
positif dengan profil risiko yang tetap terjaga.
Informasi
positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan
global termasuk Indonesia menguat di bulan Desember. Sampai dengan 18 Desember
2020, IHSG menguat sebesar 8,76% mtd dan kembali di atas level 6.000. Penguatan
juga terjadi pasar SBN dengan rata-rata
yield SBN turun sebesar 28.3 bps mtd.
Penguatan di
pasar saham menjelang akhir tahun ditopang oleh investor domestik di tengah
masih berlanjutnya net sell non resident sebesar Rp3,19 triliun mtd. Sementara,
investor non residen mencatatkan net buy di pasar SBN sebesar Rp5,02 triliun
mtd (ytd pasar saham: net sell Rp47,05 triliun; ytd pasar SBN: net sell Rp86,3
triliun).
Kinerja
intermediasi keuangan juga masih sejalan dengan perkembangan perekonomian
nasional. Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan November 2020 masih tumbuh relatif
tinggi sebesar 11,55% yoy. Sementara itu, perbankan berhasil menyalurkan kredit
baru sebesar Rp 146 triliun, namun pelunasan kredit dan hapus buku tercatat
masih lebih besar dari kredit baru sehingga secara keseluruhan pertumbuhan
kredit terkontraksi -1,39% yoy.
Kontraksi
pertumbuhan kredit dipicu masih lemahnya permintaan kredit modal kerja, kredit
investasi dan kredit konsumsi khususnya di daerah-daerah yang termasuk dalam
high risk penyebaran Covid-19.
Di industri
keuangan non-bank, piutang Perusahaan Pembiayaan juga terkontraksi sebesar
-17,1% yoy didorong oleh kontraksi pembiayaan jenis multiguna yang menjadi
penyumbang terbesar dalam piutang pembiayaan.
Sementara,
industri asuransi tercatat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp22,8 triliun
(Asuransi Jiwa: Rp18,1 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp4,7 triliun)
dan fintech P2P Lending November 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan
sebesar Rp14,10 triliun atau tumbuh sebesar 15,7% yoy.
Hingga 22
Desember 2020, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten di pasar modal
mencapai 164, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp117,42 triliun.
Dari jumlah penawaran umum tersebut, 49 di antaranya dilakukan oleh emiten
baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 57 emiten yang akan melakukan penawaran
umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp15,05 triliun.
Di tengah
moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada
November 2020 masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,18% (NPL
net: 0,99%) dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 4,5%. Di tengah
penguatan nilai tukar Rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada
level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) November 2020
sebesar 1,90%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara
itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio
alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 16 Desember 2020 terpantau
pada level 157,39% dan 34,14%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan
10%.
Permodalan
lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai.
Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 24,19 % serta Risk-Based
Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540% dan
354%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio
Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19%, jauh di bawah maksimum 10%.
Sinergi
Kebijakan untuk Pemulihan Ekonomi
Sedari dini
berkembangnya dampak pandemi, OJK terus melakukan berbagai kebijakan sinergi
dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas sektor riil dan
sektor jasa keuangan sehingga bisa mempercepat upaya pemulihan ekonomi.
Berbagai kebijakan dilakukan sebagai upaya mendukung program pemulihan ekonomi
nasional antara lain:
1. Pertukaran
data dan informasi debitur perbankan untuk pemberian subsidi bunga.
2. Koordinasi
perumusan pelaksanaan penjaminan kredit perbankan.
3. Koordinasi
dan pengawasan pelaksanaan Penempatan Dana Pemerintah dalam rangka PEN di
berbagai bank.
4. Koordinasi
dan mendorong pelaksanaan pemberian KUR khusus pandemi serta pelaksanaan
restrukturisasi KUR.
Ke depan, OJK
menilai perekonomian nasional dan sektor jasa keuangan masih dihadapkan pada
berbagai tantangan yang cukup berat di tengah masih tingginya ketidakpastian
berakhirnya pandemi. Untuk itu perlu terus dilakukan optimalisasi berbagai
kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional
melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
OJK
berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional
dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat
waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. OJK juga terus
memperkuat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam rangka menjaga
stabilitas sistem keuangan. (ida/rls)
Comments