BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,50%: Sinergi Menjaga Stabilitas, Mempercepat Pemulihan
OTENTIK (JAKARTA) - Dalam siaran pers, Selasa (25/5/2021), Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50% , suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, serta upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mempercepat pemulihan ekonomi. Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut melalui berbagai upaya pemulihan ekonomi nasional sebagai berikut:
1.
Melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar
yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
2.
Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas
stanc kebijakan moneter akomodatif;
3.
Melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan
dengan penekanan pada komponen-komponen SBDK (cost of fund, overhead cost, dan
profit margin) dan masih lambatnya penurunan suku bunga kredit baru (Lampiran);
4. Memperkuat
kebijakan makroprudensial akomodatif melalui penyempurnaan kebijakan rasio kredit
UMKM menjadi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) antara
lain melalui perluasan mitra bank dalam penyaluran pembiayaan inklusif,
sekuritisasi pembiayaan inklusif, dan model bisnis lain;
5. Menurunkan
batas maksimum suku bunga Kartu Kredit dari 2% menjadi 1,75% per bulan dalam
rangka mendukung transmisi kebijakan suku bunga dan efisiensi transaksi
nontunai, berlaku sejak 1 Juli 2021;
6. Memperluas
pendalaman pasar uang melalui percepatan pendirian Central Counterpart (CCP)
dan standardisasi transaksi repo yang dapat dikliringkan melalui CCP;
7.
Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta
melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama
dengan instansi terkait.
Pada Mei dan
Juni 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Singapura,
Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Meksiko, Inggris, Swedia, Norwegia, dan Perancis.
Bank
Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), termasuk melalui implementasi Paket
Kebijakan Terpadu KSSK, guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Koordinasi
dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga terus diperkuat untuk mendorong
penurunan suku bunga kredit perbankan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada
dunia usaha pada sektor-sektor prioritas.
Perbaikan
perekonomian dunia berlanjut sebagaimana prakiraan sebelumnya, di tengah ketidakpastian
pasar keuangan global yang belum sepenuhnya mereda. Pertumbuhan ekonomi
triwulan I 2021 di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok tercatat lebih kuat dari
prakiraan.
Ekonomi AS
tumbuh menguat didorong permintaan domestik yang meningkat, stimulus fiskal dan
moneter yang berlanjut, serta kinerja sektor manufaktur dan jasa yang membaik.
Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok terus membaik, didukung kinerja konsumsi dan investasi.
Namun
demikian, divergensi pemulihan ekonomi dunia terlihat meningkat sejalan
pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang tidak sekuat negara maju. Ekonomi
India diprakirakan tumbuh lebih lemah dari estimasi sebelumnya, sejalan
kenaikan kasus Covid-19. Berbagai indikator dini pada April 2021
mengindikasikan ekonomi global akan terus membaik, seperti tercermin pada
Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa
negara yang meningkat. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga meningkat
sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian pasar keuangan global mulai menurun sejalan dengan komunikasi
the Fed yang transparan dan konsisten tentang arah kebijakan yang tetap
akomodatif, meskipun masih dibayangi oleh inflasi AS yang meningkat di atas
ekspektasi pasar dan berlanjutnya volatilitas imbal hasil US Treasury Bond (UST).
Perkembangan tersebut berdampak pada aliran modal global yang kembali masuk ke
sebagian negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang di berbagai negara
tersebut, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan
ekonomi domestik membaik pada triwulan II 2021 sesuai prakiraan. Pada triwulan
I 2021, perbaikan ekonomi kembali terlihat dengan kontraksi yang lebih rendah
dari triwulan IV 2020, yaitu dari 2,19% (yoy) menjadi 0,74% (yoy). Perbaikan
terutama didorong oleh kinerja ekspor akibat kenaikan permintaan Tiongkok dan
AS, realisasi belanja fiskal (belanja barang, belanja modal, dan bantuan
sosial), serta investasi nonbangunan. Sementara itu, perbaikan konsumsi rumah
tangga masih belum kuat dipengaruhi oleh masih terbatasnya mobilitas masyarakat
sejalan dengan pengendalian Covid-19 di sejumlah wilayah. Secara spasial, perbaikan
ekonomi terjadi di seluruh wilayah, dengan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) melanjutkan
pertumbuhan positif. Pada triwulan II 2021, berbagai indikator dini menunjukkan
ekonomi terus membaik, seperti tercermin pada ekspektasi konsumen, penjualan
eceran, PMI Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor yang tetap meningkat.
Dari sisi permintaan perbaikan ekonomi terutama didorong oleh peningkatan ekspor
dan investasi nonbangunan. Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan terjadi
di sejumlah sektor seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2021 tetap sesuai dengan
proyeksi Bank Indonesia pada April 2021, yakni pada kisaran 4,1% - 5,1%.
Ketahanan
sektor eksternal Indonesia tetap terjaga, didukung oleh perbaikan kinerja
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada triwulan I 2021, NPI mencatat surplus
sebesar 4,1 miliar dolar AS dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan yang
rendah serta surplus pada transaksi modal dan finansial. Transaksi berjalan
mencatat defisit 1,0 miliar dolar AS (0,4% dari PDB), dipengaruhi oleh kenaikan
impor seiring perbaikan ekonomi domestik di tengah kinerja ekspor yang semakin baik.
Perbaikan ekspor terjadi pada hampir semua komoditas utama, di antaranya Crude
Palm Oil(CPO), batubara, serta besi dan baja. Transaksi modal dan finansial
mengalami surplus didorong net inflows investasi portofolio sebesar 4,9 miliar
dolar AS. Perkembangan positif NPI berlanjut pada April 2021 dengan neraca
perdagangan yang mencatat surplus sebesar 2,2 miliar dolar AS dan investasi
portofolio yang kembali mengalami net inflows sebesar 0,9 miliar dolar AS dari periode
April hingga 21 Mei 2021, sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang
berkurang.
Posisi
cadangan devisa pada April 2021 mencapai 138,8 miliar dolar AS, setara
pembiayaan 10,0 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar
3 bulan impor. Secara keseluruhan sepanjang 2021 defisit transaksi berjalan
diprakirakan akan tetap rendah sekitar 1,0%-2,0% dari PDB. Ke depan, berbagai
upaya memperkuat ketahanan eksternal terus dilanjutkan, termasuk peningkatan
iklim investasi sejalan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan menjaga daya
tarik aset keuangan domestik.
Nilai tukar
Rupiah terkendali didukung langkah stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar
Rupiah
pada 24 Mei
2021 menguat 0,63% secara point to point dan 1,42% secara rerata dibandingkan
dengan level
April 2021. Perkembangan tersebut melanjutkan penguatan nilai tukar Rupiah pada
bulan
sebelumnya sebesar 0,55% secara point to point. Penguatan nilai tukar Rupiah
didorong
oleh masuknya
aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, meskipun pada perkembangan
terakhir
mengalami tekanan akibat fluktuasi imbal hasil UST. Dengan perkembangan
tersebut,
Rupiah sampai
dengan 24 Mei 2021 mencatat depresiasi sekitar 2,12% (ytd) dibandingkan
dengan level
akhir 2020, relatif lebih rendah dari sejumlah negara berkembang lain, seperti
Turki,
Brazil, dan
Thailand. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai
tukar
Rupiah sesuai
dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas
operasi
moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap
rendah sejalan pasokan yang memadai di tengah peningkatan permintaan
musiman
Ramadan. Pada April 2021, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar
0,13% (mtm),
sehingga inflasi IHK sampai dengan April 2021 tercatat 0,58% (ytd). Secara
tahunan,
inflasi IHK tetap rendah, yakni 1,42% (yoy), meskipun sedikit meningkat
dibandingkan
dengan
inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,37% (yoy). Perkembangan inflasi tersebut
dipengaruhi
oleh inflasi inti yang stabil di tengah permintaan domestik yang membaik,
stabilitas
nilai tukar
yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan
ekspektasi
inflasi pada kisaran
target. Inflasi kelompok volatile food tetap terjaga dipengaruhi oleh pasokan
yang memadai
pada masa panen sehingga memitigasi kenaikan permintaan di pola musiman
Ramadan.
Sementara itu, inflasi kelompok administered prices tetap terkendali, meskipun
terdapat
kenaikan harga kretek filter seiring transmisi kenaikan cukai hasil tembakau
dan
kenaikan
inflasi bahan bakar rumah tangga. Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen
menjaga
stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di
tingkat pusat
maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga
inflasi
IHK sesuai
kisaran targetnya, yakni 3,0%±1% pada 2021.
Kondisi
likuiditas tercatat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan
dampak
sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Bank
Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar
Rp88,91
triliun pada
tahun 2021 (hingga 21 Mei 2021). Bank Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN
di pasar
perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah
untuk
pendanaan
APBN 2021. Hingga 21 Mei 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar
Rp108,43
triliun yang terdiri dari Rp32,97 triliun melalui mekanisme lelang utama dan
Rp75,46
triliun
melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Kebijakan tersebut mendukung
likuiditas
perekonomian
yang tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang
tumbuh
masing-masing 17,4% (yoy) dan 11,5% (yoy) pada April 2021. Berdasarkan
komponennya,
pertumbuhan M2 terjadi baik pada uang kartal, giro Rupiah, maupun uang kuasi,
seiring
permintaan menjelang hari raya Idulfitri. Pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh
operasi
keuangan
Pemerintah sebagai dampak sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah
dan
penerimaan
Pemerintah lainnya, serta kenaikan aktiva luar negeri bersih, di tengah
kontraksi
pertumbuhan
kredit. Dengan perkembangan tersebut, kondisi likuiditas perbankan lebih dari
cukup, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)
yang tinggi yakni
33,67% dan
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,94% (yoy).
Suku bunga
kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar
mendorong
suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar
uang dan
pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito perbankan telah
menurun,
masing-masing sebesar 155 bps (yoy) dan 196 bps (yoy) menjadi 2,79% dan 3,76%
pada Maret
2021. Di pasar kredit, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah menurun
sebesar 174
bps (yoy) menjadi 8,9% pada Maret 2021. Kelompok Bank BUMN mencatatkan
penurunan
SBDK yang paling dalam di antara kelompok bank lainnya yaitu sebesar 270 bps
(yoy)
pada Maret
2021, sementara SBDK kelompok bank lainnya masih menurun secara terbatas.
Namun di sisi
lain, penurunan SBDK tersebut belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit
baru secara
sepadan yaitu hanya menurun sebesar 59 bps (yoy) pada periode yang sama.
Berdasarkan
kelompok bank, kelompok BPD, BUSN dan bank BUMN mencatatkan penurunan
suku bunga
kredit baru yang masih sangat rendah, yaitu masing masing sebesar 34 bps (yoy),
52
bps (yoy) dan
55 bps (yoy). Sementara itu, kelompok KCBA mengalami penurunan suku bunga
kredit baru
paling signifikan yaitu sebesar 158 bps (yoy). Hal tersebut mendorong suku
bunga
kredit baru
untuk kelompok BPD dan BUSN berada pada level tertinggi dibanding kelompok bank
lainnya yaitu
masing-masing sebesar 10,05% dan 9,32%. Sementara itu, suku bunga kredit baru
bank BUMN dan
KCBA tercatat masing-masing sebesar 8,70% dan 5,34%.
Ketahanan
sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih
perlu
didorong. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Maret
2021
tetap tinggi
sebesar 24,05%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap
rendah, yakni
3,17% (bruto) dan 1,02% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang longgar,
intermediasi
perbankan masih mengalami kontraksi sebesar 2,28% (yoy) pada April 2021. Masih
lambatnya
kredit perbankan terutama disebabkan oleh belum kuatnya permintaan kredit dari
dunia usaha
dan masih relatif tingginya persepsi risiko kredit dari perbankan. Kredit
perbankan
diperkirakan
akan mengalami peningkatan mulai triwulan II 2021 sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan
ekonomi, semakin membaiknya kinerja korporasi, serta semakin melonggarnya
indeks
lending standar dari perbankan. Pada tahun 2021 kredit perbankan diperkirakan
akan
tumbuh sesuai
prakiraan 5-7%. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat transparansi
SBDK
perbankan serta koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk
meningkatkan
kredit/pembiayaan
kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, termasuk kredit kepada
UMKM.
Kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia terus diarahkan untuk mempercepat
digitalisasi
sistem pembayaran dan akselerasi transaksi ekonomi dan keuangan digital.
Pertumbuhan
transaksi ekonomi dan keuangan digital semakin tinggi seiring meningkatnya
akseptasi dan
preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, meluasnya pembayaran digital dan
akselerasi digital banking. Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pada April 2021 mencapai Rp22,8
triliun, atau tumbuh 30,17% (yoy). Volume transaksi digital banking juga terus meningkat,
dimana pada April 2021 tumbuh 60,27% (yoy) sebesar 572,8 juta transaksi dengan nilai transaksi
perbankan digital yang tumbuh 46,36% (yoy) hingga mencapai Rp3.114,1 triliun. Bank Indonesia
akan terus mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien,
antara lain dengan mengakselerasi perluasan merchant QRIS melalui pendekatan ekosistem
ditargetkan, serta perluasan edukasi dan sosialisasi QRIS kepada seluruh lapisan masyarakat. Bank
Indonesia juga terus memperluas elektronifikasi penyaluran bantuan sosial dan transaksi
keuangan Pemerintah Daerah, serta mendukung kesuksesan Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia (Gernas BBI). Sementara itu, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada April 2021
mencapai Rp843,4 triliun, tumbuh 13,42% (yoy) dengan pencarian kebutuhan uang
kartal menjelang Idulfitri 1442 H. Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit pada April 2021 tercatat Rp679,6 triliun, tumbuh 33,13% (yoy) sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan kebutuhan masyarakat selama Ramadan dan menjelang Idulfitri 1442 H. (ida / rls)
Comments