RDG Bank Indonesia 18-19 Oktober 2021 Memutuskan Untuk Mempertahankan BI7DRR 3,50%
OTENTIK (BANDARLAMPUNG)
– Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19
Oktober 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate
(BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku
bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya
menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi
yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Bank
Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan
ekonomi lebih lanjut, melalui berbagai langkah berikut:
1.
Melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar
yang sejalan
dengan
fundamental dan mekanisme pasar;
2.
Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas
stance
kebijakan
moneter akomodatif;
3.
Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan (a)
rasio
Countercyclical
Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial
(RIM) pada
kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif batas bawah sebesar 80% (1
September-31
Desember 2021) dan 84% (sejak 1 Januari 2022), serta (c) rasio Penyangga
Likuiditas
Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan
rasio
PLM Syariah
sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%;
4.
Melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan
Bermotor
menjadi
paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, untuk mendorong
pertumbuhan
kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian
dan manajemen
risiko, berlaku efektif 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Desember 2022;
5.
Melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV)
Kredit/Pembiayaan
Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah
tapak, rumah
susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu,
dan menghapus
ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong
pertumbuhan
kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan
manajemen
risiko, berlaku efektif 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Desember 2022;
6. Memperkuat
kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman
asesmen
transmisi SBDK dan suku bunga kredit baru per sektor/subsektor ekonomi
(Lampiran);
7. Menetapkan
implementasi BI-FAST tahap pertama mulai minggu ke-2 Desember 2021,
dengan
kebijakan penyelenggaraan yang mencakup kepesertaan, penyediaan infrastruktur,
batas
maksimal nominal transaksi, serta skema harga yang akan diumumkan pada tanggal
22 Oktober
2021;
8.
Memperpanjang masa berlaku kebijakan Kartu Kredit untuk:
a. Batas
minimum pembayaran kartu kredit sebesar 5% dari total tagihan sampai dengan
30 Juni 2022;
b. Penurunan
nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar 1% dari
outstanding
atau maksimal Rp100.000 sampai dengan 30 Juni 2022;
[10.49,
20/10/2021] Ida Difa Tv: 9. Mengakselerasi implementasi penggunaan Local
Currency Settlement (LCS) dalam
memfasilitasi
perdagangan dan investasi dengan negara mitra, dengan memperkuat sinergi
bersama
Pemerintah, KSSK, perbankan, dan dunia usaha;
10.
Memperluas dukungan kepada Pemerintah dalam memfasilitasi promosi investasi dan
perdagangan dengan
negara-negara mitra utama. Pada Oktober dan November 2021 akan
diselenggarakan
promosi investasi dan perdagangan di Jepang, Uni Emirat Arab, Tiongkok,
Australia,
Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Bulgaria, dan Singapura.
Bank
Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite
Stabilitas
Sistem
Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan
meningkatkan
kredit/pembiayaan
kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong
pertumbuhan
ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Pemulihan
ekonomi global berlanjut namun lebih rendah dari prakiraan sebelumnya.
Pertumbuhan
ekonomi di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang lebih rendah dari
prakiraan
sejalan
dampak kenaikan kasus varian delta Covid-19, serta gangguan rantai pasokan dan
energi
global. Di
sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa lebih tinggi sehingga menahan perlambatan
ekonomi
global. Kinerja sejumlah indikator dini seperti Purchasing Managers' Index
(PMI),
penjualan
eceran, dan keyakinan konsumen secara umum melambat pada September 2021.
Dengan
perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi global 2021
menjadi 5,7%
dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,8%. Kenaikan volume perdagangan dunia
dan harga
komoditas terus berlanjut, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang.
Pemulihan
ekonomi dunia diperkirakan akan tetap berlanjut pada tahun 2022 meskipun dampak
dari gangguan
rantai pasokan dan keterbatasan energi perlu tetap diwaspadai. Ketidakpastian
pasar
keuangan global sedikit menurun di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan
moneter
global yang
lebih cepat sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung. Kondisi tersebut
berpengaruh
terhadap tetap berlanjutnya aliran portofolio global ke negara berkembang,
khususnya di
negara-negara yang mempunyai imbal hasil aset keuangan yang menarik dan
kondisi
ekonomi yang membaik.
Perbaikan
ekonomi domestik tetap berlanjut. Pada triwulan III 2021, kinerja perekonomian
diprakirakan
terus membaik, didukung kinerja ekspor yang tetap tinggi serta aktivitas
konsumsi
dan investasi
yang kembali meningkat sejalan pelonggaran pembatasan mobilitas. Dari sisi
Lapangan
Usaha (LU), kinerja LU Industri Pengolahan, Pertambangan, Perdagangan, serta
Informasi dan
Komunikasi tumbuh tinggi. Secara spasial, pemulihan ekonomi terutama pada
wilayah
Sulampua, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan ditopang kinerja ekspor. Perbaikan
ekonomi
berlanjut
tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Oktober 2021, seperti
penjualan
eceran,
ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, transaksi pembayaran melalui SKNBI dan
RTGS,
serta ekspor.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus membaik hingga triwulan IV
sehingga
keseluruhan 2021 tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 3,5%-
4,3%.
Pertumbuhan ekonomi pada 2022 diprakirakan membaik didorong oleh mobilitas yang
terus
meningkat sejalan akselerasi vaksinasi, kinerja ekspor yang tetap kuat,
pembukaan sektor-
sektor
prioritas yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut.
Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik. Transaksi berjalan triwulan
III
2021
diprakirakan kembali mencatat surplus, didorong oleh surplus neraca perdagangan
yang
meningkat
menjadi 13,2 miliar dolar AS, tertinggi sejak triwulan IV 2009. Kinerja
tersebut
didukung
peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batu bara, kimia organik, dan
bijih
logam, di
tengah kenaikan impor terutama bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik.
Sementara
itu, surplus neraca modal diprakirakan meningkat sejalan dengan masuknya aliran
modal asing,
baik penanaman modal asing maupun investasi portofolio. Pada triwulan III 2021,
aliran
investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 1,3 miliar dolar AS. Aliran
investasi
[10.49,
20/10/2021] Ida Difa Tv: portofolio tersebut terus berlanjut dari tanggal 1
Oktober 2021 hingga 15 Oktober 2021 dengan
mencatat
inflows sebesar 0,2 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa pada akhir September
2021
meningkat
menjadi sebesar 146,9 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor
atau 8,6
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui
standar
kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan
diprakirakan
lebih rendah
dari prakiraan sebelumnya menjadi di kisaran 0,0%-0,8% dari PDB pada 2021, dan
akan tetap
rendah pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Nilai tukar
Rupiah menguat sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit
menurun.
Nilai tukar Rupiah pada 18 Oktober 2021 menguat 1,44% secara point to point dan
0,33% secara
rerata dibandingkan dengan level September 2021. Penguatan nilai tukar Rupiah
didorong oleh
berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif terhadap
prospek
perekonomian domestik, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik,
terjaganya
pasokan valas
domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Dengan penguatan
tersebut, dibandingkan
dengan level akhir 2020, Rupiah sampai dengan 18 Oktober 2021
mencatat
depresiasi yang lebih rendah menjadi sebesar 0,43% (ytd), dan relatif lebih
baik
dibandingkan
depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India,
Malaysia,
dan Filipina.
Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai
dengan
fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi
moneter
dan
ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap
rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK)
pada
September 2021 tercatat deflasi 0,04% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai
September 2021
mencapai
0,80% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,60% (yoy), sedikit
meningkat dari
inflasi
Agustus 2021 sebesar 1,59% (yoy). Inflasi inti tetap rendah sejalan dengan
belum kuatnya
permintaan
domestik, terjaganya stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank
Indonesia
mengarahkan
ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok volatile food melambat
disebabkan
pasokan barang yang memadai. Inflasi administered prices sedikit meningkat
sejalan
masih
berlanjutnya dampak kenaikan cukai tembakau. Dengan perkembangan tersebut,
inflasi
diprakirakan
berada di bawah titik tengah kisaran sasarannya 3,0±1% pada 2021 dan terjaga
dalam kisaran
sasaran 3,0±1% pada 2022. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga
dan
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun
daerah
melalui Tim
Pengendali Inflasi (TPI dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran
targetnya.
Kondisi
likuiditas sangat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak
sinergi Bank
Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Bank
Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar
Rp129,92
triliun pada
tahun 2021 (hingga 15 Oktober 2021). Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN
di pasar
perdana untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp142,54 triliun (hingga 15 Oktober
2021) yang
terdiri dari Rp67,08 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun
melalui
mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi
likuiditas
perbankan pada September 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid
terhadap Dana
Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 33,53%. Pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (DPK)
tercatat 7,69% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya sejalan dengan
pemulihan
aktivitas usaha dan konsumsi masyarakat. Likuiditas perekonomian meningkat,
tercermin
pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh meningkat
masing-masing
sebesar 11,2% (yoy) dan 8,0% (yoy). Pertumbuhan uang beredar tersebut
terutama
didukung oleh kredit perbankan yang mengindikasikan semakin meningkatnya
pembiayaan
bagi pemulihan ekonomi nasional.
[10.49,
20/10/2021] Ida Difa Tv: Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan
likuiditas yang sangat longgar
mendorong
suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar
uang dan
pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan
telah
menurun, masing-masing sebesar 50 bps dan 171 bps sejak September 2020 menjadi
2,80% dan
3,28% pada September 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus
berlanjut,
diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Aktivitas ekonomi dan mobilitas
masyarakat
yang
meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak
posistif
bagi
penurunan suku bunga kredit baru. Bank Indonesia tetap mengharapkan perbankan
untuk
terus
melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk
mendorong
kredit kepada dunia usaha.
Ketahanan
sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan mengalami
perbaikan
secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan
Agustus 2021
tetap tinggi sebesar 24,38%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /
NPL) tetap
terjaga, yakni 3,35% (bruto) dan 1,08% (neto). Intermediasi perbankan
melanjutkan
pertumbuhan
positif yaitu sebesar 2,21% (yoy) pada September 2021. Permintaan kredit
membaik,
terutama dari dunia usaha dan konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas
masyarakat.
Dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit oleh perbankan melonggar seiring
dengan
menurunnya persepsi risiko, di samping sangat longgarnya likuiditas dan
penurunan suku
bunga kredit
baru. Seluruh kelompok penggunaan kredit telah tumbuh positif, terutama Kredit
Konsumsi dan
Kredit Modal Kerja. Kenaikan kredit yang lebih tinggi tercatat pada Kredit
Pemilikan
Rumah (KPR), yaitu sebesar 8,67% pada September 2021. Demikian pula,
pertumbuhan
kredit UMKM meningkat menjadi sebesar 2,97% (yoy), menunjukkan perbaikan
lebih lanjut
dunia usaha pada sektor UMKM. Bank Indonesia akan terus melanjutkan kebijakan
makroprudensial
yang akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit perbankan. Dengan
perkembangan
tersebut, pertumbuhan kredit pada 2021 diprakirakan pada kisaran 4%-6% dan
pertumbuhan
DPK pada kisaran 7%-9%.
Bank
Indonesia terus mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung
akselerasi
ekonomi keuangan digital nasional. Berbagai program digitalisasi sistem
pembayaran,
seperti perluasan QRIS, Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) dan
reformasi
regulasi, serta rencana implementasi BI-FAST, terus diakselerasi. Transaksi
ekonomi dan
keuangan
digital tumbuh terus seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat
untuk
berbelanja
daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi
digital
banking.
Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) sampai dengan triwulan III 2021 meningkat
45,05%
(yoy) menjadi
Rp209,81 triliun, dan diproyeksikan meningkat 38,75% (yoy) hingga mencapai
Rp284 triliun
untuk keseluruhan tahun 2021. Demikian pula, nilai transaksi digital banking
sampai
dengan
triwulan III 2021 meningkat 46,72% (yoy) menjadi Rp28.685,48 triliun, dan
diproyeksikan
tumbuh 43,04% (yoy) mencapai Rp39.130 triliun untuk keseluruhan tahun 2021.
Bank
Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dengan
pelaksanaan
uji coba
digitalisasi bantuan sosial (bansos) serta optimalisasi dan percepatan
penyaluran bansos.
Di sisi
tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada September 2021 tumbuh 10,44% (yoy)
mencapai
Rp841,73 triliun. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang di seluruh
wilayah
Indonesia, dengan penguatan strategi distribusi uang dan pembukaan kembali
layanan
kas seiring
dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas di masing-masing daerah.
(ida/rls)
Comments