Berita Hangat

Inflasi IHK 2021 Capai Target Sasaran, HBKN Nataru dan Faktor Cuaca Picu Peningkatan Tekanan Inflasi

OTENTIK (BANDARLAMPUNG) –  Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada 2021 tercatat berada pada kisaran sasaran 3,0±1%. Capaian inflasi IHK tahun 2021 tercatat sebesar 2,19% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2020, yakni 2,00% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi tersebut didorong oleh adanya peningkatan harga komoditas dunia, faktor cuaca dan penyesuaian tarif cukai rokok ditengah terbatasnya permintaan masyarakat akibat pandemi Covid-19.

Peningkatan tekanan inflasi di tahun 2021 terjadi pada kelompok inflasi kelompok

bahan pangan bergejolak (VF) dan harga yang diatur pemerintah (AP). Inflasi kelompok VF

terpantau meningkat sebesar 5,50% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar

4,19%(yoy). Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga

komoditas global yang berdampak langsung terhadap harga pada komoditas VF, serta faktor cuaca

tahun 2021 yang cenderung kemarau basah sehingga mempengaruhi produksi komoditas pangan.

Sementara itu, kelompok AP terpantau mengalami peningkatan sebesar 2,40% (yoy), atau lebih

tinggi dibandingkan tahun 2020 yakni 1,35% (yoy). Meningkatnya inflasi komoditas AP didorong

oleh adanya peningkatan tarif cukai rokok yang ditransmisikan sepanjang tahun 2021. Sementara

itu, tekanan inflasi pada kelompok inti lebih terkendali dibandingkan tahun lalu, seiring dengan

permintaan masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat adanya pembatasan mobilitas di tahun

2021 yang disebabkan oleh merebaknya Covid-19.

Tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Desember

2021 meningkat yaitu sebesar 0,99% (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi

bulan sebelumnya sebesar 0,53% (mtm), dan rata-rata inflasi Desember dalam 3 (tiga)

tahun terakhir sebesar 0,68% (mtm). Pencapaian tersebut juga lebih tinggi dibandingkan inflasi

Nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat sebesar 0,57% (mtm) dan 0,51% (mtm). Selain

itu, secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 2,19% (yoy), atau lebih tinggi

dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,87% (yoy) dan 1,91% (yoy). Secara

spasial, dibandingkan 24 kota perhitungan inflasi se Sumatera, inflasi Kota Bandar Lampung dan

Kota Metro pada bulan Desember 2021 tergolong tinggi dan masing-masing menempati urutan ke-

3 dan ke-4.

Dilihat dari sumbernya, tekanan inflasi pada bulan Desember 2021 didorong oleh

peningkatan tekanan harga pada sub kelompok makanan dengan andil 0,85% (mtm).

Adapun beberapa komoditas penyumbang inflasi terbesar antara lain cabai rawit, cabai

merah, daging ayam ras, beras dan minyak goreng dengan andil masing-masing sebesar

0,20%, 0,13%, 0,12%, 0,11% dan 0,08%. Kenaikan harga aneka cabai didorong oleh terbatasnya

pasokan akibat terganggunya produksi yang disebabkan oleh tinggi nya curah hujan pada periode

berjalan. Selain itu, kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh adanya peningkatan

permintaan seiring dengan masuknya periode HBKN Nataru, pembatasan Nataru yang lebih permisif

(pembatalan PPKM level 3) serta adanya event muktamar NU pada akhir tahun 2021 di Provinsi

Lampung. Sementara itu, kenaikan harga beras didorong oleh belum masuknya masa panen dan

peningkatan permintaan pada Nataru. Selanjutnya, kenaikan harga minyak goreng masih disebabkan

oleh berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama.Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode Desember 2021 tertahan oleh

deflasi yang terjadi pada sebagian komoditas di antaranya air kemasan, biaya administrasi

transfer uang, tomat, bawang merah, dan jeruk dengan andil masing-masing sebesar -0,02%,

-0,006%, -0,006%, -0,004% dan -0,004%. Penurunan harga yang terjadi pada komoditas air

kemasan didorong oleh strategi pemasaran dari pedagang untuk meningkatkan penjualan akhir

tahun. Sementara itu, biaya administrasi transfer uang mengalami deflasi seiring dengan

diberlakukannya BI-FAST yang mendorong penurunan biaya transfer uang menjadi Rp2.500 per

transaksi. Di sisi lain, masuknya masa panen pada sentra produksi untuk komoditas tomat, bawang

merah dan jeruk turut mendorong penurunan harga.

Sementara itu, NTP Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman hortikultura, tanaman

perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan tangkap. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh

adanya peningkatan harga pada komoditas cabai merah, kelapa sawit, kopi, sapi potong, ayam ras

dan ikan teri. Di sisi lain, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah

Tangga Petani tercatat mengalami peningkatan sebesar 1,02% (mtm) didorong oleh peningkatan

harga kelompok makanan, minuman dan tembakau. Dengan demikian, NTP Desember 2021 tercatat

meningkat sebesar 0,99% (mtm) dari 105,25 di bulan November 2021 menjadi 106,29 pada bulan

Desember 2021. Meskipun secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan

tercatat masih berada di bawah 100 yang tercatat sebesar 94,23.

Ke depan, menghadapi awal tahun 2022, KPw BI Provinsi Lampung memandang

bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat

beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: dari inflasi risiko kelompok inti, adanya risiko

ketidakpastian global yang cukup tinggi, kenaikan harga komoditas global impor, kenaikan harga

akibat second round impact VF dan AP serta peningkatan ekspektasi inflasi. Risiko kelompok

Volatile Food (VF), risiko terbatasnya ketersediaan pasokan pangan dalam merespon recovery

permintaan domestik, kendala cuaca yang menyebabkan gangguan produksi pertanian (beras dan

aneka cabai) dan perikanan, problem struktural pola tanam dan manajemen impor serta inefisiensi

tata niaga pangan. Risiko kelompok Administered Price (AP), risiko kenaikan harga minyak dan

gas global serta kenaikan inflasi tarif angkutan seiring peningkatan mobilitas masyarakat.

Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, diperlukan langkah-langkah

pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan

stabil, yakni: Pertama, memastikan keterjangkauan harga, dengan cara menjaga daya beli

masyarakat (Bansos, Subsidi, BLT, dll), penguatan penyaluran Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi

Harga (KPSH) beras medium, stabilisasi nilai tukar Rupiah, percepatan realisasi dan refocusing APBN

dan APBD. Kedua, memastikan ketersediaan pasokan dengan menjaga cadangan pangan

nasional (terutama beras sebagai komoditas utama), penguatan Kerjasama antardaerah (KAD),

korporatisasi pertanian, mendorong peningkatan produktivitas via Pembangunan lumbung pangan

Food Estate melalui peningkatan produksi pangan hortikultura dan perluasan adopsi tekonologi (IoT)

dalam budidaya pertanian serta implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB). Ketiga,

memastikan kelancaran distribusi melalui perluasan pemasaran melalui platform digital melalui

penguatan implementasi digitalisasi UMKM pangan sisi hilir yakni fasilitasi UMKM pangan binaan

dengan e-commerce, melakukan inovasi sistem logistik, pembangunan sistem logistik daerah (Tugas

TPID sesuai Keppres 23/2017) serta mendorong kemitraan industri dengan petani. Keempat,meningkatkan komunikasi efektif dengan terus meningkatkan koordinasi TPIP-TPID, melakukan

perluasan pemanfaatan PIHPS dan sistem harga lainnya sebagai landasan kebijakan TPID, serta

melakukan peningkatan validitas dan kesinambungan data pangan dan pemantauan indikator terkini

ekonomi daerah (Early Warning System) yang akurat dan terkini untuk memantau perkembangan

perekonomian daerah1

.

 

1

Kebijakan pengendalian mobilitas masyarakat : indikator kasus harian, kasus aktif, kasus kematian, tingkat kesembuhan, dan kecepatan vaksinasi. Sementara itu, untuk kebijakan pelonggaran

aktivitas masyarakat idikatornya meliputi : pertumbuhan ekonomi, daya beli (inflasi dan IK), PMI manufaktur, penjualan kendaraan bermotor, dan Indeks Penjualan ritel). (ida/rls)

Comments