Peran Kerajaan Nusantara dalam Proklamasi
Oleh Brigjend Pol (Purn) Drs. H. Edwardsyah
Pernong, S.H.
OTENTIK
–
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, merupakan deklarasi independensi bangsa Indonesia.
Soekarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia
dari penjajahan bangsa asing, dan menjadikan bangsa ini memiliki sebuah negara
yang merdeka, yang berhak mengatur rakyat dan bangsanya sesuai dengan filosofi,
karakter dan spirit bangsa Indonesia sendiri.
Dalam teks proklamasi, disebut dengan tegas bahwa yang
menyatakan kemerdekaan adalah Bangsa Indonesia. Bangsa menyiratkan kesatuan
psikologis-sosiologis yang menjadi dasar bagi berdirinya kesatuan politik
dengan batas-batas geografis yang disebut negara. Soekarno dan Hatta mewakili
bangsa Indonesia bukan hanya yang hadir di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, tapi
di seluruh wilayah yang warganya mengakui sebagai bangsa Indonesia.
Menjadi bangsa Indonesia, bukanlah proses yang singkat,
melainkan membutuhkan waktu ratusan tahun. Berawal dari perlawanan
kerajaan-kerajaan Nusantara dari penjajahan bangsa asing. Kerajaan-kerajaan
Nusantara sebagai pemegang kedaulatan politik sebelum kemerdekaan, merupakan
kerajaan-kerajaan bersifat lokal. Kerajaan-kerajaan Nusantara dari Aceh,
Palembang, Lampung, Jayakarta, Cirebon, Jogja, Solo, Jawa Timur, Gresik,
Sulawesi, kalimantan dan sebagainya, melakukan perlawanan terhadap kolonialisme
yang semula memang bertujuan menundukkan kerajaan-kerajaan tersebut demi
menguasai Nusantara.
Perjuangan Kerajaan Nusantara
Dalam rentang ratusan tahun hingga proklamasi, para raja,
sultan, dan bangsawan di seluruh kerajaan Nusantara terus berjuang melawan
penjajah, kita mengenal nama-nama pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Sultan
Hasanuddin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Iskandar Muda, Sultan Mahmud
Badaruddin, Sultan Nuku, Sisingamangaraja, Hamangkubuwono IX, Pakubuwono X, dan
masih banyak lagi. Di Lampung, kita memiliki Pahlawan seperti Pangeran Akmal,
Pangeran Ringgo, Pangeran Suhaimi, Radin Intan, Batin Mungunang, Tumenggung
Singa Brata, Kyai Ahmad Hanafiah, Ryacudu, dan lain-lain.
Dari uraian itu, kita mengetahui bahwa peristiwa 17
Agustus 1945, merupakan langkah pertama dari bangsa Indonesia yang secara jelas
dan tegas menyatakan kemerdekaan, bebas dari pengaruh kolonial. Dan pada saat
proklamasi kemerdekaan itu, banyak kerajaan Nusantara yang para raja dan
sultannya terus melawan penjajahan, masih eksis berdiri, dan dikemudian hari
menyatakan bergabung dengan negara Indonesia yang diproklamasikan.Dengan
demikian, kerajaan-kerajaan Nusantara bisa dianggap sebagai kerangka bangunan
negara Indonesia modern. Meskipun hingga proklamasi 1945 kerajaan-kerajaan
Nusantara masih eksis, namun kemudian dengan proklamasi, kerajaan-kerajaan
Nusantara secara sukarela menyatakan bergabung. Pernyataan bergabung itu ada
yang bersifat legal formal seperti Jogjakarta dan Surakarta serta beberapa
kerajaan lain, ada juga yang secara langsung menyesuaikan diri dengan republik.
Dengan bergabungnya kerajaan Nusantara itu, maka terbangun Indonesia sebagai
negara yang utuh hingga saat ini, 76 tahun sejak proklamasi dinyatakan.
Setelah proklamasi, Indonesia membentuk pemerintahan
sendiri, dan memiliki UUD. Dalam UUD 1945 yang disusun oleh para founding
fathers terbaca jelas bahwa keinginan bangsa Indonesia untuk mendirikan negara
Indonesia modern, namun dengan meresepsi nilai-nilai kebudayaan Nusantara yang
bersumber dari kerajaan-kerajaan Nusantara. Bahkan bangunan politik Indonesia
yang memiliki wilayah dari Sabang hingga Merauke merupakan hasil dialog antara
Negara Republik Indonesia dengan kerajaan-kerajaan Nusantara.
Bukti bahwa bangun politik Indonesia merupakan hasil
dialog dengan kerajaan Nusantara, dapat dilihat dari pengakuan akan eksistensi
kerajaan nusantara yang tertulis dalam Penjelasan UUD 1945, “Dalam territoir
Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgemenschappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh
karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik
Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak
asal-usul daerah tersebut.”
Yang dimaksud dengan zelfbestuurende adalah daerah
swapraja yang berhak mengatur pemerintahannya sendiri. Daerah swapraja dalam
masa kolonial yang dimaksud dalam penjelasan UUD 1945 tersebut mengacu pada
kerajaan-kerajaan Nusantara. Dengan demikian, yang dimaksud dalam
“zelfbesturende” dalam penjelasan UUD 1945 adalah kerajaan-kerajaan Nusantara
yang masih eksis. Bentuk pengakuan atas kerajaan-kerajaan Nusantara itu
kemudian dijabarkan dalam Undang-undang No 22 tahun 1948, dan dalam
Undang-undang No 1 tahun 1957. Pasal 1 ayat (2) : Daerah-daerah yang mempunyai
hak-hak, asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai
pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-undang pembentukan
termaksud dalam ayat (3) dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa yang
setingkat dengan Propinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Pasal 18 ayat (5) Kepala Daerah istimewa
diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu
dizaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan
syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat
istiadat didaerah itu. Pengaturan sejenis juga dapat ditemui dalam Pasal 25
ayat (1) UU No. 1 Tahun 1957.
Mengembalikkan Peran Kerajaan Nusantara
Ada benang merah yang jelas dari sejak kerajaan
Nusantara, perlawanan seluruh rakyat Indonesia dengan dipimpin oleh para raja
dan sultan, hingga proklamasi dan penyusunan UUD 1945. Semuanya menunjukkan
bangunan Negara Indonesia didasarkan pada kesatuan darah dan daerah.
Juga berdasarkan kesatuan atau harmoni yang sesuai dengan
filosofi dasar kebudayaan Nusantara. Spirit untuk membangun Indonesia yang
bersendikan pada suasana kebatinan bangsa Indonesia. Suasana kebatinan
Indonesia tersebut bersumberkan pada kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia,
yang tercermin dari persekutuan masyarakat adat.
Setelah 76 tahun kemerdekaan Indonesia, ada baiknya kita
kembali merenungkan gagasan para founding fathers untuk mendirikan
negara-bangsa. Negara yang mengakui hak asal-usulnya. Oleh sebab itu, perlu
dipikirkan sebuah roadmap untuk memperkuat posisi kerajaan adat Nusantara
sebagai kerangka dasar bangunan negara Indonesia modern.
Kerajaan-kerajaan Nusantara yang hingga kini masih eksis
keberadaannya, dan mengubah diri menjadi kerajaan adat paska pernyataan
bergabung dengan NKRI, perlu diposisikan
kembali untuk menjaga marwah bangsa di jalur kebudayaan. Para raja dan sultan
perlu dilibatkan dalam pembangunan negara, khususnya di bidang kebudayaan.
Kerajaan adat Nusantara yang sejak proklamasi telah membuktikan diri kokoh
membela NKRI memiliki peran penting untuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal,
kebhinekaan, dan inklusifitas. Dan para raja dan sultan hingga saat ini masih
menjadi motivator, tokoh panutan yang kata-katanya dipatuhi oleh masyarakat
adat, merupakan potensi penggerak pembangunan nasional.
Sudah waktunya bagi pemerintahan Indonesia untuk
melakukan penataan kerajaan nusantara sebagai aset budaya bangsa. Dengan
penataan tersebut, diharapkan kerajaan nusantara dapat memberi kontribusi yang
signifikan dalam proses pembangunan. Pengakuan kerajaan adat tidak akan
memunculkan kembali feodalisme, sebagaimana dikhawatirkan oleh sebagian
pihak.
Pemerintah juga tidak perlu merisaukan munculnya
klaim-klaim kerajaan yang sedang marak terjadi, karena semua itu perlu dilihat
dalam perspektif legal-konstitusional. Berangkat dari pengakuan atas 250
zelbestuur (kerajaan), maka perlu dilakukan pendokumentasian oleh pemerintah,
mana dari 250 itu yang masih bisa dilacak jelas keberadaannya. Setidaknya ada
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi :
(1). raja yang memerintah saat ini merupakan garis
keturunan raja, dan hal itu harus bisa diuraikan dengan jelas disertai alat
bukti yang cukup.
Syarat berikutnya,
(2). Memiliki kraton atau berada di Kraton yang sama
seperti di masa lalu.
(3). Memiliki pusaka yang dipergunakan di masa lalu yang
masih tersimpan dan terawat dengan baik.
(4). Memiliki rakyat yang mengakui dan mengidentifikasi
dirinya sebagai bagian dari kerajaan adat tersebut.
(5). Memiliki pemahaman akan nilai tradisi kerajaan masa
lalu, dan nilai tradisi itu masih dipertahankan hingga sekarang.
(6). Memiliki prasasti atau surat-surat penting yang
menunjukkan bahwa kerajaan tersebut memiliki hubungan dengan kerajaan lain di
masa lalu.
Agar keberadaan masyarakat adat yang berbasis kerajaan
adat nusantara memiliki landasan yuridis konstitusional, maka sesuai dengan
amanat Pasal 32 UUD 1945, perlu diterbitkan UU tentang pengakuan kerajaan adat
Nusantara sebagai warisan kebudayaan nasional. Enam batasan kerajaan seperti
disebut di atas perlu dimasukkan, agar dapat dijadikan pijakan dalam setiap
pengambilan keputusan yang terkait dengan kerajaan adat nusantara maupun
pemajuan kebudayaan.Signifikansi UU Pengakuan Kerajaan Adat Nusantara adalah
untuk melibatkan kerajaan, beserta segenap masyarakat adat untuk terlibat dalam
proses pembangunan, termasuk memperkuat kebhinekaan dan pemajuan kebudayaan
nasional.***
Comments