Peluang Petahana Dalam Bayangan “Money Politik”
Oleh Herman Batin Mangku *)
DI atas kertas, pasangan calon gubernur Lampung, M. Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri, bakal terpilih kembali. Dua lembaga survey, Charta Politika dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), menyatakan pasangan petahana paling moncer popularitas dan elektabilitasnya.
Namun, masyarakat masih ada waktu tiga bulan, 27 Juni 2018, untuk memastikan pilihannya. Ada 37,25 persen suara mengambang (swing voters) yang belum menentukan pasangan kepala daerah idolanya. Jumlah yang tidak sedikit, jumlah yang bisa memengaruhi perolehan suara.
Meski sudah berada pada posisi puncak, pelung Ridho Berbakti Jilid II terpilh kembali masih belum aman. Mereka masih mungkin disalip Herman HN-Sutono, Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim (Nunik), dan Mustafa-Ahmad Jajuli. Ada 37,25 persen suara yang belum memastikan pilihannya.
Tak perlu semua suara “swing voters” untuk menyalip suara Ridho-Bachtiar yang berdasarkan hasil survey ada 35,6 persen. Agar sejajar dengan Ridho, Herman HN-Sutono perlu tambahan 13 persen, Arinal-Chusnunia butuh asupan 21 persen lagi, sedangkan Mustafa-Jajuli perlu pasokan 22,8 persen.
Untuk mengalahkan petahana, dilihat dari hasil survey SMRC, ketiga pasangan calon gubernur harus bekerja lebih keras dan cerdas lagi untuk mengejar suara pasangan petahana yang moncer itu. Apakah waktunya cukup mengingat Pilgub Lampung 2018 tinggal menghitung hari?
Para pasangan calon pasti berusaha menjadi pemenang. Mereka terus berkeliling minta dukungan warga, termasuk petahana. Sisa tiga bulan lagi, waktu yang semakin sempit, bisa jadi, keempat pasangan kepala daerah “menggenjotnya”pada Bulan Ramadhan hingga Idul Fitri 1439 H.
Dengan waktu tersisa tak sampai 100 hari lagi, tidak tertutup kemungkinan ada pasangan calon yang melakukan jalan pintas, yakni “membeli” suara rakyat. Berdasarkan survey SMRC, ada 46 persen responden masih toleransi terhadap politik uang atau “money politik”.
Ada celah, para kandidat tak perlu menyiapkan amplop dan serangan fajar untuk memenangkan Pilgub Lampung 2018. Paslon cukup perbanyak relawan dan saksi untuk pilgub nanti. Mereka tentunya akan mendapatkan honor “halal” jadi relawan dan saksi.
Sebagai relawan dan saksi yang jelas “cisnya” tentu saja bakal lebih loyal dengan tuannya. Mereka pasti punya beban moral menyukseskan jagonya. Setidaknya, relawan dan saksi lebih dapat dipercaya ketimbang warga yang ujuk-ujuk disodori amplop. Duitnya diambil, pilihan tetap beda.
Mahal memang ongkos untuk membayar para relawan dan saksi-saksi agar jumlahnya signifikan dapat mengalahkan petahana. Para relawan dan saksi tidak hanya mengamankan suara yang telah diperoleh tapi sekaligus juga menjadi lumbung suara bagi paslon.
Pertandingan sudah hampir di ujung, tanggung, dana yang keluar untuk sosialisasi, lobi, hingga biaya pengumpulkan partai pendukungan tidak sedikit. Waktu, pikiran, dan tenaga juga sudah terkuras, alternatif yang mudah untuk memenangkan laga dengan memperbanyak relawan dan saksi.
Dana yang perlu disiapkan tentu “emberan”. Ada yang berani “ngetay” cara ini?
*)Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerjasama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)
Comments