Hari Air Sedunia, Kemendagri Minta Pemda Prioritaskan Pengelolaan Air Minum
OTENTIK
(JAKARTA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) meminta pemerintah
daerah (pemda) memprioritaskan pengelolaan air minum. Pemda, utamanya di
tingkat provinsi diharapkan dapat berperan aktif dalam mendorong penetapan
tarif pemulihan biaya penuh atau Full Cost Recovery (FCR) dan Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM). Langkah tersebut dapat dilakukan dengan memberikan dukungan
penuh kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Air Minum, yang diharapkan dapat
memacu tercapainya agenda tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs).
“Kemendagri
berharap peran aktif gubernur dalam mendorong tarif FCR. Meski dari 147 BUMD
Air Minum masih memiliki pelanggan kurang dari 10 ribu, dengan kondisi
tersebut, tentu saja berat untuk bisa menetapkan tarif FCR, karena tarifnya
menjadi lebih besar dan membebani masyarakat,” ujar Direktur Jendral (Dirjen)
Bina Keuda Kemendagri Agus Fatoni, dalam Webinar Keuda Update Seri 12 yang
bertajuk “Air Tanah untuk Kehidupan yang Adil dalam rangka Memeperingati Hari
Air Sedunia”, Kamis (24/3/2022).
Guna
mengatasi persoalan tersebut, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 71
Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, gubernur
diberikan kewenangan untuk menetapkan tarif batas atas dan bawah di setiap BUMD
Air Minum kabupaten/kota.
“Dengan
adanya tarif tersebut diharapkan proses perhitungan tarif air minum oleh
direksi dan penetapan tarif oleh bupati/wali kota akan lebih transparan dan
akuntabel,” jelas Fatoni.
Fatoni
menambahkan, pada 2021 sebanyak 19 provinsi dari 34 provinsi telah menetapkan
Keputusan Gubernur tentang Tarif Batas Atas dan Batas Bawah. Dirinya berharap,
pada 2022 semua gubernur sudah menetapkan keputusan serupa paling lambat akhir
Juli.
Dirinya
melanjutkan, implikasi kebijakan ini akan memperkuat peran gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah, yang dapat mewajibkan pemberian subsidi serta
mendorong penyertaan modal saat gubernur melakukan evaluasi rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Momentum evaluasi tersebut, dinilai juga
akan berperan sebagai sarana melakukan koordinasi dan pengawasan terkait
perencanaan anggaran.
Fatoni
mengimbuhkan, apabila tarif BUMD Air Minum kabupaten/kota tetap tidak memenuhi
FCR, gubernur dapat merekomendasikan restrukturisasi internal yang mencakup
keuangan, manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.
“Sebentar
lagi Permendagri tentang Restrukturisasi, Privatisasi, Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, Pembubaran, dan Kepailitan Badan Usaha Milik Daerah akan
segera terbit. Tahun 2020 BUMD Air Minum yang FCR sebesar 37 persen atau 143
BUMD Air Minum dari total 388 BUMD Air Minum,” tandasnya.
Di sisi lain,
Fatoni menjelaskan jika BUMD Air Minum kabupaten/kota tidak menerapkan FCR
selama 3 tahun berturut-turut, gubernur dapat melakukan analisis kelayakan
usaha dan penilaian kinerja. Selanjutnya, gubernur bisa merekomendasikan
sejumlah langkah yang dapat ditempuh, yakni terkait kerja sama, penggabungan
dengan BUMD Air Minum lainnya serta BUMD Air Limbah, maupun pengalihan
pelayanan penyediaan air minum dengan menerapkan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). (herman IT)
Comments