PUSARAN SUKMA
Oleh Herman Batin Mangku *)
BAK petasan cabai, ketika sumbunya dipantik puisi Sukmawati Soekarno Putri, letusannya terus merambat begitu cepat. Indonesia gaduh beberapa hari ini. Emosi meledak di mana-mana.
Putri Proklamator RI yang selama ini adem-ayem, jauh dari hiruk-pikuk bangsanya, mendadak masuk pusaran kegaduhan. Sukma umat Islam banyak yang langsung tersengat hingga terbakar oleh puisinya berjudul "Ibu Indonesia".
Puisi yang dianggap banyak kaum muslim melecehkan, mencibir, keyakinan umat Islam terhadap syariah agamanya, merendahkan mulianya pakaian bagi kaum muslimah, dan memuliakan kidung ketimbang azan.
Sukmawati telah membenturkan agama dan budaya. Sukmawati telah membakar emosi kaum muslim. Sukmawati telah melukai sukma kaum muslim terhadap keyakinan paling sakralnya.
Mualaf Ustad Felix Siauw langsung menanggapinya lewat puisi pula. Bak petasan cabai, masyarakat, tokoh, dan lembaga juga ramai meresponnya lewat statmen hingga medsos dengan puisi pula sambil menahan geram. Meme-meme ikut memanasi situasi.
Ada yang akhirnya melaporkannya ke pihak kepolisian sebagai penistaan agama. Adik kandung pemimpin partai penguasa saat ini, Megawati Soekarno Putri itu, semakin terjerembab dalam pusaran kegaduhan puisinya.
Sudah banyak yang marah dengan Sukmawati, sudah banyak yang menjelaskan alasan tak pantasnya membandingkan cadar dengan konde, azan dengan kidung. Agama versus budaya.
Semua sudah meledak di mana-mana. Ada sedikit celah mengintip dari kaca mata lain, Sukmawati Soekarno Putri ternyata berhasil juga memantik bak kilat demam puisi relejius. Banyak yang mendadak bikin puisi sebagus mungkin untuk menanggapinya.
Dan, yakinlah, Tuhan sendiri yang menjamin agamanya. Jika Dia mau, semua manusia bisa menjadi muslim yang kaffah. Tapi, yakinlah, puisi yang mengganggu sukma kaum muslim itu pasti banyak hikmahnya kelak.
Allah SWT selalu punya cara mengingatkan manusia. Ketika Gedung Kembar WTC meledak dan distempel pelakunya teroris muslim, banyak orang yang malah ingin tahu, mempelajari, bahkan mengucap syahadat.
Ada yang berpendapat, jika datang gelap, tak perlu berteriak gelap, gelap, gelap. Tapi, cukup bawakan cahaya agar gelap dengan sendirinya sirna. Kita tunjukan akhlakul karimah Baginda Rasul.
Jika ada yang berpuisi merendahkan syariah Islam, lebih baik sanggul ketimbang cadar, kidung tak lebih baik dari azan, tak perlu semuanya berteriak, karena mayoritas kaum muslimin tahu bahwa itu "kegelapan", waspada pada pusaran puisinya.
Dakwah itu bukan menyalahkan apa lagi sampai ikut terbakar dan ikut terjerembab pusaran pelecehannya. Bawakan cahaya agama, dengan izin Allah, "gelap" diganti menjadi "terang". Sudah banyak mereka yang sesat dengan hidayah Allah SWT jadi pelita.
Trimakasih Bunda Sukma, puisimu semakin mempererat ukhuwah islamiah di negeri berpenduduk Islam terbesar di dunia. Bunda Sukma, negeri yang diproklamirkan ayahanda, Soekarno, karena dibakar takbir Allohuakbar, bukan karena konde dan kidung.
*) Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerjasama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Comments