Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Menyetujui 5 (Lima) Permohonan Penghentian Penuntutan
BERDASARKAN
KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIF JUSTICE) PADA WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN TINGGI
LAMPUNG
OTENTIK
(JAKARTA) – Rabu (20/3/2022), Jaksa Agung Tindak Pidana Umum Bapak
Dr Fadil Zumhana, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Bapak Nanang Sigit Yulianto
S.H, M.H beserta Asisten Tindak Pidana Umum, dan Kasi TPUL bidang Tindak Pidana
Umum Kejaksaan Tinggi Lampung melaksanakan ekspose secara virtual permohonan
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 5 (empat)
permohonan, adapun 5 (Lima) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya
berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut :
1. Tersangka HUSNI THAMRIN BIN MUHNI dari
Kejaksaan Negeri Pesawaran yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian.
2. Tersangka ERMAWATI BIN M. ALI ISMAIL
dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 351 (1) Jo
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang Melakukan Penganiayaan secara Bersama-sama.
3. Tersangka MARYATI BIN M. ALI ISMAIL
dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 351 (1) Jo
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang Melakukan Penganiayaan secara Bersama-sama.
4. Tersangka JUNAIDI BIN SUROTO dari
Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Anggutan Jalan.
5. Tersangka HERMANTO BIN SUTARMI dari
Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Anggutan Jalan.
Adapun alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan
antara lain:
1. Para Tersangka baru pertama kali
melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak
lebih dari 5 (lima) tahun;
3. Nilai Kerugian yang ditimbulkan dari
akibat perbuatan tersangka tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-
4. Telah dilaksanakan proses perdamaian
dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan
maaf;
5. Tersangka berjanji tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya;
6. Proses perdamaian dilakukan secara
sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan
intimidasi;
7. Tersangka dan korban setuju untuk tidak
melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang
lebih besar;
Selanjutnya,
JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri di wilayah hukum
Kejaksaan Tinggi Lampung untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan
Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor:
01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(ida/rls)
Comments