Olah-Mengolah Survei Pilgub
Oleh Herman Batin Mangku *)
SAHABAT saya, wartawan senior SKH "Republika", japri setelah membaca berita keberatan sejumlah insan pers terhadap Rakata Institute yang hanya mengundang tujuh media pada konferensi pers hasil survei Pilgub Lampung 2018.
Menurut mantan aktivis media kampus "Teknokra" tersebut, Maspriel Aries, hak siapapun untuk mengundang siapa. "Gw sering tidak diundang dan sering juga diundang eksklusif narasumber. Ketika tidak diundang, tidak protes walau informasi penting untuk publik," ujarnya.
Saya coba jelaskan bahwa pemicu wartawan turun ke jalan kemungkinan bukan tidak diundangnya tapi pernyataan Direktur Rakata Institute Eko Kuswanto lewat facebooknya yang terkesan para wartawan, selain ketujuh media yang diundangnya, "matre".
Jika maksudnya seperti itu, tentu saja, wartawan kecewa, kata saya. Di Lampung, ada ratusan wartawan media cetak dan media siber. Masak main generalisir seperti itu. Masih banyak wartawan dan media yang berorientasi pada kepentingan publik, tidak semata "cis".
Hal lain, seorang pimpinan media siber tengah malam telepon saya. Wartawan muda itu curhat akan kegundahgulanaannya mengikuti pemberitaan tentang Pilgub Lampung 2018 yang menurutnya telah terpolarisasi.
Tapi, biarlah, polemik tersebut terus bergulir menemukan muaranya. Bagaimanapun, saya bagian dari insan pers juga. Semua sahabat-sahabat dan adik-adik seprofesi yang sebagian besar masih muda dan bersemangat menyajikan berita terbaik bagi pembaca.
Kembali ke soal lembaga survei. Setiap hasil survei, menurut saya, apa pun hasilnya merupakan informasi yang patut diunggah untuk pembaca. Masih ada 37,25 persen suara mengambang (swing voters). Jumlah yang bisa memengaruhi hasil pilgub.
Teorinya, setiap lembaga survei harus independen meski dibiayai salah seorang paslon. Namun, meski aturan mainnya seperti itu, lembaga survei umumnya malu-malu kucing mengakui sumber dananya.
Kasus Pilkada DKI Jakarta, dari sekian banyak lembaga jajak pendapat, hanya satu yang menyatakan dibiayai salah satu paslon, yaitu Pollmark. Lembaga survey Eef ini mengakui dibiayai Anis-Sandi.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengakui surveinya dibiayai Partai Demokrat. Namun, Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas menggaransi hasilnya objektif. "Hasil survei, kredibilitas dan hati nurani, meskipun dibiayai partai,” ujar Sirojudin.
Charta Politika dan SMRC menyatakan paslon petahanan, Ridho-Bachtiar, paling moncer popularitas dan elektabilitasnya. Pasangan petahana ini jauh melewati tiga paslon lainnya : Herman HN-Sutono, Arinal-Nunik, dan Mustafa-Jajuli.
Bagaimana dengan Rakata Institute? Menurut Eko Kuswanto, dananya dari kas Rakata, donatur yang tak mengikat, dan usaha kreatif Rakata lainnya. Siapa donatur tersebut, Eko tak merinci. Yang pasti, hasil surveinya Arinal-Nunik melesat jadi paling moncer.
Hasil lembaga survei memang berbeda-beda. Di Lampung, dua lembaga survei. Ada pengalaman soal hasil survei yang berbeda-beda tersebut.
Pada jajak pendapat SMRC pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta selisih suara Ahok-Djarot hanya kalah satu persen dari Anies-Sandi. Namun, dengan margin error 4.7 persen, SMRC memperkirakan suara Ahok-Djarot bisa melampaui Anies-Sandi.
Ternyata, hasilnya sangat jauh berbeda. Anies-Sandi menang dengan selisih suara 15.92 persen dibandingkan Ahok-Djarot. Hasil perkiraan yang meleset sangat jauh, error beneran.
Lembaga survei lain membuat kesalahan lebih parah. Charta Politika yang digawangi pengamat politik Yunarto Wijaya? Charta memprediksi Ahok-Djarot akan memenangkan pilkada dengan perolehan suara 47.3 persen mengalahkan Anies-Sandi 44.8 persen.
Bukan di Indonesia, Pilpres AS 2016, dari dua puluh lembaga survei, hanya satu lembaga survei yang dengan tepat memprediksi Trump akan menjadi presiden USA.
Lembaga survei selisih-selisih dikit makluminlah, namanya juga prediksi. Namun, jika rentang perbedaaan prediksinya lumayan jauh, ranahnya pengamat dan asosiasi survei untuk menilainya. Masyarakat punya catatan sendiri juga.
Di Lampung, kita akan buktikan mana yang prediksinya mendekati kebenaran. Meski, tak bisa dipungkiri, pengumuman hasil survei dapat memengaruh para paslon, timses, relawan, dan para pemilih.
Hasil survei yang bagus bisa menjadi suplemen, penyemangat untuk terus bekerja meyakinkan jagonya yang paling pantas memenangkan pemilihan. Namun, hasil survei yang bagus dapat membuat para paslon, timses, relawan lengah karena sudah merasa di atas angin.
Masyarakat sudah semakin kritis, tak mudah dipengaruhi "surva-survei". Mereka sudah punya catatan terhadap para paslon berdasarkan "track record" dan sentuhan sosialisasi para paslon terhadap kepentingan mereka.
Survei hanya prediksi. Jangan sampai, prediksi malah membuat disorientasi banyak pihak. Semua harus tetap fokus. Para paslon dan timsesnya terus fokus menarik simpati pemilih. Wartawan dan media tetap fokus menyajikan data dan fakta.
Jangan kasih selah raja-raja olah, bersertifikat sekalipun, mengail di air keruh. Fokus, gas terus untuk Pilgub Lampung 2018 yang lebih baik. "Hidup di Lampung itu keras, lembek dikit diolah kawan."
Tabikpun
*) Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerjasama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Comments