IHK Provinsi Lampung Juli 2022 Tercatat Mengalami Inflasi Sebesar 0,73%
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) – Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi
Lampung pada bulan Juli 2022 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,73% (mtm),
lebih rendah jika dibandingkan periode Juni 2022 yang mengalami inflasi sebesar
1,20% (mtm), namun lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi 3 (tiga) tahun
terakhir sebesar 0,29% (mtm).
Tingkat
inflasi IHK tersebut lebih tinggi dibandingkan Nasional yang mengalami inflasi
sebesar 0,64% (mtm) dan realisasi inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 0,72%
(mtm).
Secara
tahunan, inflasi Provinsi Lampung Juli 2022 tercatat sebesar 5,61% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional sebesar 4,94% (yoy), namun lebih
rendah dibandingkan inflasi tahunan Sumatera yang tercatat sebesar 6,43% (yoy).
Dilihat dari
sumbernya, inflasi pada bulan Juli 2022 didorong oleh peningkatan pada beberapa
komoditas seperti: Cabai Merah, Angkutan Udara, Bawang Merah, Rokok Kretek
Filter, dan Daging Ayam Ras dengan andil masing-masing sebesar 0,255%; 0,114%;
0,091%; 0,064%; dan 0,055%. Kenaikan harga cabai merah dan bawang merah
disebabkan oleh terganggunya produksi akibat faktor curah hujan yang masih
tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya banjir di beberapa sentra produksi
utama di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta meningkatnya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT).Meski demikian, panen komoditas aneka cabai dan bawang
merah dimaksud di sentra produksi telah berlangsung sejak minggu ke-4 Juli
2022, sehingga inflasi komoditas dimaksud relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Selanjutnya
peningkatan harga tarif angkatan udara disebabkan oleh kebijakan pemerintah
yang memberikan kewenangan kepada maskapai untuk dapat menentukan tarif
tambahan (fuel surcharge) akibat kenaikan bahan bakar avtur yang cukup tinggi
sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan nomor 68 tahun 2022. Sementara itu,
kenaikan harga rokok didorong oleh berlanjutnya peningkatan harga oleh produsen
rokok secara bertahap seiring dengan kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun
2022.
Kemudian,
peningkatan harga daging ayam ras didorong oleh kenaikan harga pakan ternak di
tengah permintaan yang tinggi.
Meski
demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode Juli 2022 tertahan oleh adanya
deflasi pada sebagian komoditas, di antaranya Minyak Goreng, Mobil, Shampo,
Kangkung, dan Obat Gosok dengan andil masing-masing sebesar -0,127%; -0,025%;
-0,016%; -0,010%; dan -0,009%.
Penurunan
harga komoditas minyak goreng pada Juli 2022 disebabkan oleh pemenuhan Domestic
Market Obligation (DMO) untuk CPO yang berjalan semakin baik dan berlanjutnya
penurunan harga CPO dunia.
Lebih lanjut,
penurunan harga mobil disebabkan oleh adanya pemotongan harga jual oleh
distributor utama sebagai upaya untuk menciptakan permintaan. Sementara itu,
penurunan harga shampo dan obat gosok juga disebabkan oleh strategi pasar
dengan cara menurunkan harga jual produk di pasaran.
Komoditas
selanjutnya yang menahan tekanan inflasi adalah kangkung yang disebabkan oleh
menurunnya permintaan di tengah pasokan yang melimpah pasca panen.Sementara
itu, NTP Provinsi Lampung pada Juli 2022 tercatat sebesar 102,35, lebih rendah
2,05% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan NTP ini terjadi pada
seluruh subsektor, kecuali subsektor hortikultura.
Lebih lanjut,
turunnya NTP pada periode Juli 2022 lebih didorong oleh meningkatnya Indeks
yang harus dibayarkan oleh petani sebesar 0,56%. Meski NTP Provinsi Lampung
secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan dan Perikanan
Budidaya masih berada di bawah 100 yang tercatat masing-masing sebesar 92,33
dan 98,82.
Kedepan, KPw
BI Provinsi Lampung memprakirakan bahwa inflasi IHK pada akhir tahun 2022 akan
sedikit lebih tinggi dari batas atas kisaran target inflasi, dan kembali ke
dalam kisaran target 3±1% pada tahun 2023. Oleh karena itu, terdapat beberapa
risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: dari risiko kelompok inti, adanya
risiko ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tidak menentu seiring
percepatan normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral di dunia dan berlanjutnya
ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.
Kemudian,
risiko pelarangan ekspor gandum oleh India berpotensi meningkatkan harga
komoditas terigu, serta peningkatan permintaan seiring dengan meningkatnya
mobilitas sejalan dengan kembali diselenggarakannya work from office (WFO) dan
sekolah tatap muka.
Risiko
kelompok Administered Price, penerapan fuel surcharge sebesar 10% untuk
penerbangan kelas ekonomi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia
serta peningkatan permintaan memasuki periode libur anak sekolah di bulan Juli.
Selain itu, peningkatan harga aneka rokok secara bertahap sebagai dampak
lanjutan kenaikan harga cukai di awal tahun dan potensi diberlakukannya
normalisasi tarif listrik untuk menekan defisit fiskal Pemerintah.
Risiko
kelompok Volatile Food (VF), terdapat potensi berlanjutnya tekanan harga pupuk
sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi bahan pangan kedepan. Di sisi
lain, problem struktural pola tanam, manajemen impor, dan inefisiensi tata
niaga pangan berisiko meningkatkan biaya produksi bahan pangan serta terdapat
risiko kenaikan harga telur ayam dan daging ayam ras akibat peningkatan biaya
input untuk pakan hewan ternak, terutama kedelai dan jagung.Dalam rangka
mengantisipasi peningkatan tekanan risiko tersebut, Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) bersama Satgas Pangan perlu melakukan penguatan dan peningkatan
sinergi serta komitmen bersama untuk memastikan keterjangkauan harga,
ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif sebagai
berikut: Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas strategis.
Tim
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan berkomitmen
untuk terus memastikan keterjangkauan harga, melalui pengadaan bantuan sosial
dan subsidi, kerja sama dengan produsen untuk pelaksanaan pasar murah, dan
penguatan penyaluran Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) Beras
Medium.
Kedua,
memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama, dan
pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan,
khususnya untuk komoditas beras.Di sisi lain, TPID Provinsi/Kabupaten /Kota
perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah satunya
melalui penguatan dan implementasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) terutama untuk
memenuhi pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan
strategis.
Selain itu,
implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan
untuknmendukung upaya korporatisasi dan peningkatan produktivitas pertanian dan
ketersediaan pasokan dapat terus ditingkatkan.
Kemudian, diperlukan
peningkatan produktivitas via pembangunan lumbung pangan Food Estate melalui
peningkatan produksi pangan hortikultura dan perluasan adopsi tekonologi (IoT)
dalam budidaya pertanian. Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID
dan Satgas Pangan dengan mendorong kemitraan industri dengan petani serta
inovasi sistem logistik daerah sesuai amanat dari Keputusan Presiden Nomor 23
Tahun 2017 tentang Tim Pengendali Inflasi Nasional.
Selain
stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan
distributor, produsen, dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan
harga yang wajar.
Digitalisasi
perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau lmarketplace
lokal untuk mendorong pemasaran serta meningkatkan penggunaan transaksi
nontunai.Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui penguatan koordinasi
antara TPID dengan TPIP dan memperluas pemanfaatan PIHPS dan sistem harga
lainnya sebagai landasannkebijakan TPID. Selain itu, TPID juga dapat melakukan
peningkatan validitas dan kesinambungan data pangan serta melakukan pemantauan
indikator terkini ekonomi daerah (Early Warning System) yang akurat dan terkini
untuk memantau perkembangan perekonomian daerah1
Dalam rangka
extra effort pengendalian laju inflasi di Provinsi Lampung, KPwBI Lampung dan
Pemprov Lampung menjalin kerja sama dengan melakukan beberapa langkah
pengendalian yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu jangka pendek dan jangka
menengah-panjang. Dalam jangka pendek, KPwBI Provinsi Lampung dan Pemprov
Lampung akan kembali mendorong peran Tim Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga (PKK), yang telah tergabung ke dalam TPID sejak 2019, untuk
mengaktifkan kembali “Gerakan Tanam Cabai” di masing-masing rumah tangga.
Kemudian,
akan diselenggarakan Operasi Pasar Murah dan Pasar Murah terpadu yang dilakukan
secara rutin (2 minggu/sekali) dan dipublikasikan melalui berbagai kanal
jejaring informasi. Selain itu, penyusunan matriks pola tanam-panen cabai dan
bawang merah di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, serta percepatan
pencarian dan pemilihan offtaker komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi
Lampung dalam rangka FDP yang diberikan Badan Pangan Nasional. Sementara dalam
jangka menengah-panjang, akan dilakukan koordinasi dengan para agen tiket
offline untuk menjaga harga tiket pesawat.Selanjutnya, perlu dilaksanakan
akselerasi perluasan program KPB dengan pemberian insentif subsidi pupuk bagi
kelompok tani yang telah/akan berkomitmen untuk menanam aneka cabai dan bawang
merah.
Di sisi lain,
investasi Controlled Atmosphere Storage dapat dilakukan untuk memperpanjang
masa penyimpanan cabai menjadi enam bulan, serta bekerjasama dengan penyedia
jasa cold cargo untuk mendukung pengiriman komoditas yang mudah membusuk.
Mendorong
pemanfaatan KUR dari KPB sebagai modal untuk meningkatkan luas lahan tanam
cabai, mendorong inovasi dan digitalisasi dalam kegiatan produksi cabai,
seperti pembuatan green house, pemanfaatan alat pengukur nutrisi tanah, dan
penyediaan pompa air untuk efisiensi pemakaian pupuk, meminimalisir pemakaian
pestisida serta antisipasi kondisi iklim yang tidak pasti dalam rangka
memperpanjang masa panen cabai menjadi 1,5 tahun (kondisi eksisting hanya 7
bulan).
Mendorong
kelompok tani produsen cabai agar dapat menyusun proposal pengajuan d.r.
menjadi binaan atau memperoleh dukungan implementasi digital farming dari Bank
Indonesia serta melakukan sosialisasi konsumsi cabai kering guna meredam
gejolak pasokan dan harga cabai dari sisi demand.
Terkait
berlanjutnya peningkatan harga pupuk yang berpotensi meningkatkan biaya
produksi bahan pangan ke depan, Fakultas Pertanian UNILA, Pemprov Lampung, dan
KPw BI Lampung telah menyelenggarakan FGD mengenai perumusan solusi dan
rekomendasi terkait isu pencabutan penyaluran pupuk bersubsidi bagi komoditas
ubi kayu/singkong yang dilaksanakan pada Rabu, 27 Juli 2022 di Ruang Rapat
Dekanat Fakultas Pertanian UNILA.Rekomendasi yang disepakati dari hasil diskusi
antara lain: (i) BPTP dan Unila perlu melakukan penelitian tatacara budidaya
yang baik dengan tujuan untuk menemukan varietas terbaik yang memiliki masa
tanam singkat namun dengan kadar pati yang cukup tinggi (di atas 12%); (ii)
mendorong pembinaan terkait pemanfaatan pupuk organik, sebagaimana pupuk
organik dinilai memiliki unsur hara yang lebih lengkap jika dibandingkan jenis
pupuk yang disubsidi; (iii) pengaturan pola tanam agar tidak terjadi koreksi
harga pada saat panen raya juga dapat dilakukan.
Hal ini
dimungkinkan karena tanaman ubi kayu tidak rentan terhadap kondisi cuaca,
misalnya: penggabungan penanaman ubi kayu dan jagung yang dilakukan di akhir
tahun oleh Gapoktan jaya Mandiri; (iv) Efisiensi tatacara pemupukan dengan
pemanfaatan alat penyemprot serta pemilihan titik utama pemupukan. Gapoktan
Jaya Mandiri melaporkan bahwa metode ini mampu menghemat 30% penggunaan pupuk;
dan (v) Biro Perekonomian Provinsi Lampung akan memfasilitasi pihak Gapoktan
Jaya Makmur untuk mengajukan penyusunan kontrak mengenai penetapan harga ubi
kayu dengan pabrik tepung tapioka. (ida/rls)
Comments