SURAT TERBUKA KEPADA PENYELENGGARA PILKADA LAMPUNG
OPINI
Ir. Achmad Huzairin, M.Si *)
Yth. Ketua KPUD Lampung.
Ketua Bawaslu Lampung
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Tabik Pun
Seyogyanya
pilkada adalah pesta demokrasi, ajang kontestasi untuk memilih kepala daerah
terbaik, yang dapat mengemban amanah untuk membangun peradaban masyarakat
Lampung hingga 5 tahun mendatang.
Namun pesta demokrasi itu justru menjadi ajang penghancuran peradaban moral masyarakat Lampung. Susah payah kita semua, parpol, perguruan tinggi, LSM, insan pers, pemda termasuk pemerintah pusat melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, membangun sistem berdemokrasi yang fair, menghabiskan biaya triliunan rupiah, agar masyarakat bisa berdemokrasi, bebas menentukan pilihan sesuai hati nuraninya masing-masing, apa lacur kini bangunan demokrasi itu dalam sekejap hancur luluh lantak oleh praktik politik uang yang sangat nista dan tidak bermoral.
Saya tidak
menyalahkan masyarakat, pada situasi ekonomi saat ini, uang Rp50 ribu, Rp100
ribu, sangat berharga untuk belanja kebutuhan hidup mereka. Tetapi yang saya
pertanyakan kemana para penyelenggara pilkada, kemana Bawaslu hingga panwascam,
kemana KPUD hingga KPPS, kemana aparat penegak hukum yang punya anggota hingga
pelosok dan jaringan intelejen yang kuat, kemana semua? seharusnya praktik
politik uang ini bisa diantisipasi dan dicegah agar tidak terjadi.
Banyak sekali laporan dan peringatan tentang politik uang yang dilakukan timses cagub nomor 3, sudah disampaikan ke Bawaslu hingga Panwascam, tapi tidak ada respons sama sekali, semua pihak mulai dari timses, pengurus partai, tokoh masyarakat, pengamat hingga akademisi sudah bicara keras, media pers pun sudah memberitakan bahwa politik uang sudah terjadi, jauh hari sebelum pencoblosan dengan indikasi kuat sangat masif dan dilakukan secara vulgar...Bawaslu, KPU dan aparat penegak hukum tidak bergeming tetap diam membisu.
Pembiaran, ya pembiaran oleh penyelenggara pilkada, itu yang kami rasakan, di banyak tempat masyarakat melakukan tangkap tangan terhadap para pelaku, kenapa aparat dan Bawaslu tidak bisa? kalau pun tidak bertindak untuk menangkap, minimal ada upaya untuk mencegah, tapi tidak pernah dilakukan.
Bahkan yang secara nyata, informasi sudah diberikan kepada petinggi aparat tentang adanya uang puluhan miliar yang ditaruh di rumah mantan wakil kepala daerah yang berinisial WM, yang akan disebar untuk money politik di wilayah Lampung Selatan, tetapi petinggi aparat tersebut tidak bertindak apa-apa, dengan alasan yang tidak masuk akal.
Dibanyak tempat, secara terang-terangan para mantan kepala daerah, camat, kades/kadus, pimpinan ormas/partai terlibat aktif secara vulgar mengkoordinir pembagian amplop dengan berbagai modus, termasuk diselipkan di dalam sarung yang dibagikan kepada masyarakat 2-3 minggu sebelum hari H pencoblosan.
Itu pun sudah menjadi rahasia umum, tetapi mata penyelenggara pilkada seolah buta, telinga seakan tuli, diam tidak bertindak apa pun.
Puncaknya kejadian luar biasa masif di banyak tempat di 14 kabupaten/kota dimulai pada 3 hari sebelum hingga hari H pencoblosan, kasat mata dan vulgar amplop ditebar di mana-mana untuk mempengaruhi pemilih, semua sudah berteriak memperingatkan, tetapi nyaris tidak ada tindakan apapun dari penyelenggara pilkada, gakumdu dan penegak hukum.
Pembiaran, ya pembiaran, itulah yang kami rasakan, pembiaran adalah bentuk keterlibatan dalam konspirasi money politik yang terjadi di Pilgub Lampung, pembiaran adalah bentuk penistaan atas sumpah jabatan yang kalian ikrarkan.
Pembiaran adalah bentuk partisipasi aparatur negara terhadap penghancuran demokrasi dan moral rakyat secara sistematis.
Ingat rakyat
tidak diam, negara tidak boleh kalah oleh kekuatan uang “cukong” korporasi.
Presiden Joko Widodo dan Kapolri pasti sudah tahu tentang persoalan yang terjadi di Lampung. Hukum pasti akan ditegakkan, kalian para penyelenggara pilkada Lampung harus mempertanggungjawabkan kehancuran demokrasi, moral dan peradaban rakyat Lampung, kalian harus bertanggung jawab didepan rakyat, dihadapan negara dan dihadapan Tuhan. Wassalam.***
*)Dewan Redaksi “OTENTIK”
Comments