Tiga Orang Menjalani Pemeriksaan dalam Sidang Perkara PT Duta Palma Group
OTENTIK (JAKARTA) – Rabu (18/1/2023),
bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, telah dilaksanakan persidangan atas nama Terdakwa SURYA DARMADI dan
Terdakwa RAJA THAMSIR RACHMAN dengan agenda pemeriksaan ahli a de charge, dalam
perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam
kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Duta Palma Group
di Kabupaten Indragiri Hulu.
Adapun saksi
(ahli a de charge) yang dihadirkan yaitu HERBAN HERYANDANA, S.Hut., M.Sc selaku
Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan pada Direktorat Jenderal
Planologi Kuhutanan dan Tata Lingkungan, yang pada pokoknya menerangkan:
Bahwa untuk
perusahaan yang memiliki Izin Lokasi (ILOK) dan Izin Usaha Pertambangan, belum
dapat melakukan aktivitas bila masuk dalam kawasan hutan, sehingga harus
dilakukan pelepasan kawasan terlebih dahulu.
Untuk 5
perusahan milik PT Duta Palma Grup, berdasarkan data di Direktorat Jenderal
Planologi Kuhutanan dan Tata Lingkungan masuk dalam kawasan Hutan Produksi Yang
Dapat Dikonversi (HPK) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Terkait
dengan Undang-Undang Cipta Kerja, sebelum dilakukan pelepasan kawasan,
dilakukan perhitungan Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan atau Dana Reboisasi
(DR), dan perizinan pemanfaatan hutan yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor
41 Tahun 1999 dengan Cipta kerja adalah sama, dan bukan termasuk untuk
perizinan perkebunan karena perkebunan bukan merupakan kegiatan pemanfaatan
hutan.
Sebelumnya,
pada Senin 16 Januari 2023 bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah dilaksanakan persidangan atas nama
Terdakwa SURYA DARMADI dan Terdakwa RAJA THAMSIR RACHMAN dengan agenda
pemeriksaan ahli a de charge. Adapun 2 orang ahli yang dihadirkan pada pokoknya
menerangkan hal sebagai berikut:
Dr. LINGK. R.
SHOLIKHIN ARIFIN, CN selaku Ahli Pertanahan
Bahwa kawasan
hutan secara domain dikuasai negara dan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 41
Tahun 1999, domain kewenangannya ada pada Kementerian Kehutanan. Untuk
pemanfaatan kawasan hutan, harus ada izin pelepasan kawasan hutan dari
Kementerian Kehutanan sehingga kawasan hutan berubah statusnya menjadi area
penggunaan lain (APL). Setelah itu, sertifikat hak pengelolaannya diterbitkan
oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Bahwa yang
berwenang menunjuk kawasan hutan adalah Kementerian Kehutanan di Provinsi Riau
(dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan beserta perubahannya) bukan Pemerintah
Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda).
Pemerintah
Daerah melalui Peraturan Daerah diberikan kewenangan untuk menentukan kawasan
hutan, namun penentuan peta pada Peraturan Daerah harus terintegrasi dan sesuai
dengan peta yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.
Bahwa antara
perizinan pemanfaatan hutan yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 41 tahun
1999 dengan Cipta Kerja adalah sama, dan bukan termasuk untuk perizinan
perkebunan karena perkebunan bukan merupakan kegiatan pemanfaatan hutan.
Prof. Dr. IR.
SUDARSONO SOEDOMO selaku Ahli Manajemen Hutan
Bahwa yang
berhak melakukan penunjukan kawasan hutan adalah Pemerintah Pusat.
Surat
Ketetapan (SK) Menteri Kehutanan berupa Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
beserta perubahannya, bukan menunjukan hal itu adalah kawasan hutan. Sebab
untuk ditetapkan sebagai kawasan harus melalui proses tahapan dan hal tersebut
untuk Provinsi Riau belum ada ditetapkan kawasan hutan, sehingga hal yang
dilakukan oleh 5 perusahaan milik Terdakwa SURYA DARMADI adalah sah dan tidak
melanggar hukum.
Atas hal
tersebut, terhadap SK Menteri Kehutanan berupa TGHK adalah bodong/palsu semua
dan pendapat ahli tersebut tanpa dilandasi adanya teori dan dasar hukum.
Sidang akan
kembali dilanjutkan pada Kamis 19 Januari 2023 pukul 09:00 WIB dengan agenda
pemeriksaan saksi atau ahli a de charge Terdakwa. (hendri/rls)
Comments