Aksi Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) – Dalam Aksi Unjuk
Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama, Selasa
(13/10/2020).
Hendardi
selaku Ketua SETARA Institute menyampaikan komentar pers yakni sebagai beikut:
1. Unjuk rasa
adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Oleh
karena itu secara prinsip aksi-aksi unjuk rasa yang menolak UU Cipta Kerja
adalah sah dan harus dihormati. Akan tetapi, kebebasan itu harus dijalankan
dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti
larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak
mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya. Jika aksi unjuk rasa berpotensi
menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban
untuk memastikan pencegahan serta penindakan. Tindakan-tindakan tersebut mesti
dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.
2. Aksi
dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020
semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam
menyampaikan aspirasinya. Peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan
bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur
untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
3. Penyebaran
informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui
dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan
ketakutan. Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus
dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Percampuran kepentingan dan
agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi
unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu
ketertiban sosial.
4. Untuk
kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat
dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita,
yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk
sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan
UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstiusi. (ida/rls)
Comments