Ambisi dari Imajinasi Menteri Bisa Lebih Berbahaya dari Demonstrasi
Oleh
: Adian Napitupulu
MENARIK
sekali untuk mencermati peringatan Sekjen PDI Perjuangan yang melihat soliditas kabinet yang berpotensi terganggu
oleh imajinasi menteri yang berambisi untuk maju di 2024.
Sekjen PDI
Perjuangan punya banyak mata dan telinga
untuk mendapatkan informasi baik secara formal maupun informal, secara
struktural maupun non struktural. Peringatan Sekjen PDI Perjuangan tidak bisa
dianggap angin lalu karena tentu Sekjen PDI Perjuangan telah melakukan verifikasi berlapis terhadap
semua informasi dan data dari berbagai lapisan masyarakat di berbagai daerah.
Peringatan
serupa pernah disampaikan Sekjen PDI Perjuangan jauh hari sebelumnya yaitu
menjelang pelantikan kabinet 2019 lalu. Sebagai Partai Politik, boleh jadi
ketika peringatan pertama dan dua tidak disikapi dengan serius maka tidak
tertutup kemungkinan pernyataan politik menjadi tindakan politik konstitusional
dalam beragam bentuknya. Mungkin apa yang di alami oleh Menteri sebelumnya bisa
dipetik jadi pelajaran.
Peringatan
ini tentunya berangkat dari upaya Sekjen PDI Perjuangan untuk menjaga Presiden
dari potensi potensi negatif yang
merugikan akibat ambisi menteri tersebut seperti menyebarkan program
program yang tidak lebih dari gimmick gimmick tanpa dampak positif yang bisa
dirasakan Rakyat apalagi dalam situasi Pandemi saat ini.
Siapa menteri
yang dimaksud Sekjen PDI Perjuangan? Menurut saya barangkali menteri tersebut
boleh jadi mengarah pada Erick Thohir.
Tidak sulit memeriksa rekam jejak ambisi Erick Thohir di google seperti
misalnya terbentuknya relawan pendukung Erick Thohir, adanya deklarasi Erick
for Presiden 2024, pembagian sembako dan beras dalam bungkus yang berisi
tulisan terkait pencapresan Erick di 2024 termasuk juga promosi Erick Thohir di
sosial media juga di konten konten You Tube mudah didapatkan.
Sebagai
contoh terdekat, dalam satu bulan terakhir ini ribuan spanduk puja puji
terhadap Erick Thohir bertebaran di berbagai kota. Spanduk itu jangan jangan
secara jumlah mengalahkan spanduk kampanye masker Presiden. Tragisnya nya
spanduk spanduk itu justru dipasang dalam rentang waktu berdekatan dengan
maraknya aksi aksi Omnibus Law yang ditujukan pada DPR dan Presiden. Spanduk
puja puji itu sungguh tidak relevan dengan situasi hari ini dan tidak etis di
pasang disaat Erick Thohir masih menjabat sebagai Menteri terlebih lagi spanduk
itu tersebar disaat pandemi dan bersamaan dengan demonstrasi demonstrasi yang
marak. Promosi diri di saat seluruh elemen Bangsa sedang berjibaku melawan
virus dan resesi tentu merupakan langkah ambisius yang menempatkan hati nurani
di urutan terakhir.
Dalam situasi
ini sebaiknya Menteri fokus pada bidang kerjanya dan bergotong royong menjaga
Presiden. Ambisi menteri menuju 2024 baiknya diredam dulu agar kabinet tetap
solid tidak saling intip serta berujung saling jegal dan menuai pro kontra yang
tidak perlu terjadi di saat ini.
Daripada
Erick menebar Gimmick dan spanduk
mungkin lebih baik serius membenahi BUMN sehingga tidak mengganti Direksi di BUMN yang sama
tiga atau empat bulan sekali, tidak melakukan pemotongan gaji dan tidak
melakukan PHK pada sekitar 5.000 pekerja BUMN. Gimmick seperti janji keberadaan
ratusan juta vaksin Corona di bulan November tidak perlu disampaikan agar jika
meleset bukan presiden yang dipersalahkan.
Menteri
harusnya menjadi jawaban dari kebingungan Rakyat, namun sebaliknya pernyataan
Erick tentang harga Vaksin Sinovac dan target vaksinasi yang berubah ubah
justru membingungkan Rakyat dan membuat gaduh dimana mana. Kegaduhan ini bisa
berdampak negatif juga kepada Presiden. Memastikan harga vaksin yang terjangkau
dan disampaikan transparan tidak berubah ubah tentu bisa menghindari tuduhan
dan dugaan bahwa negara seolah berbisnis dengan memanfaatkan pandemi.
Kementrian
BUMN harus berbenah agar lebih baik dibandingkan menteri sebelumnya. Rakyat
tentu heran jika Rangkap jabatan di era Dahlan Iskan hanya 271 orang, di zaman
Rini Soemarno turun menjadi 222 orang sementara justru di Era Erick membengkak
menjadi hampir tembus 600 orang atau naik hampir 3 kali lipat. Rangkap jabatan
yang merupakan tindakan yang tidak profesional, tidak transparan dan tidak
memenuhi azas azas pemerintahan yang baik justru diberi legitimasi Erick Thohir
dengan terbitnya Peraturan Menteri terbaru nomor 10/MBU/10/2020 yang melegalkan
Rangkap Jabatan. Disaat Jutaan buruh di PHK, kelaparan meningkat dan
pegangguran bertambah tapi disaat yang sama justru ada segelintir orang yang
menikmati uang negara berlipat lipat dengan rangkap jabatan tentu merupakan
keputusan menteri yang sungguh tidak mengerti penderitaan Rakyat.
Momentum satu
tahun pemerintahan Jokowi di periode terakhirnya menjadi saat yang tepat untuk
melakukan evaluasi total terhadap setiap menterinya. Evaluasi yang tegas,
berani, menyeluruh dan tidak pandang bulu akan meringankan langkah Presiden
Jokowi untuk membawa keluar bangsa ini dari resesi ekonomi dan beragam masalah
lainnya. Presiden perlu memeriksa siapa Menteri yang berbisnis dan mencari
keuntungan dari jabatan, siapa menteri yang diam diam di duga menyiapkan
"tim sukses" 2024 melalui penempatan ratusan bahkan ribuan orang
dengan biaya negara, mana menteri yang selalu gaduh dan kontradiktif dalam
beragam pernyataannya, semua itu jika dibiarkan kelak akan menjadi beban
memberatkan dan merusak citra Presiden.
Dalam sejarah
politik berbagai bangsa kita bisa memetik pelajaran bahwa ambisi tak terkendali
dari lingkaran istana bisa lebih berbahaya dari demonstrasi di luar gerbang
istana.***
Comments