BUMN antara Relawan, Logika, Data dan Ambisi Pilpres 2024
OLEH:
ADIAN NAPITUPULU
Sekjen
PENA 98
DALAM satu
minggu ini polemik relawan Jokowi di BUMN kembali mencuat di berbagai media
massa. Aroma Penolakan terhadap masuknya relawan Jokowi di BUMN di sampaikan
oleh Fadli Zon, Rocky Gerung, Said Didu dan Jansen Sitindaon yang keempatnya
kebetulan bukan pendukung Jokowi di Pilpres lalu. Saya tergelitik untuk ikutan
urun pendapat, berbagi data dan menyumbang kritik dalam rangkaian polemik tersebut.
Bolehkah
Pendukung Jokowi, apakah itu Partai ataupun Relawan meminta posisi di
BUMN? Kalau yang tidak mendukung Jokowi
saja boleh meminta posisi di BUMN, maka menurut saya, Pendukung Jokowi bukan
hanya boleh tapi harus !! Kenapa demikian? Sederhana saja, dari Kabinet hingga
BUMN memang harus di isi oleh mereka yang bersetuju pada Program dan Ide ide
Presiden tentunya tetap dengan mempertimbangkan kriteria tertentu seperti
profesionalitas. Lucu saja jika mereka yang tidak bersetuju pada program dan
ide Presiden justru diberi kepercayaan memimpin BUMN dengan asset ratusan
milyar hingga bertrilyun Rupiah tapi yang mendukung justeru seolah olah tabu
untuk masuk BUMN.
Apakah jika
pendukung Jokowi mengisi berbagai posisi itu maka itu merupakan tindakan balas
budi? Menurut saya itu bukan tindakan balas budi tetapi tindakan yang harus di
lakukan untuk memastikan program, ide dan target Presiden terjaga dan berjalan
baik sesuai dengan apa yang di harapkan. Ya kira kira mirip mirip seperti Prabowo yang mengangkat beberapa orang
pendukungnya bahkan yang dulu bagian dari Tim Mawar untuk membantunya dalam
kementrian Pertahanan. Pelibatan pendukung Prabowo di kementrian itu tentu
dengan harapan program, ide dan target Prabowo sebagai menteri dapat berjalan
dan tercapai.
Kalau Fadli
Zon, Rocky Gerung, Said Didu mengkritik penempatan Relawan Jokowi di BUMN maka
agar kritik itu objektif dan fair saya rasa perlu juga mereka mengkritik
Prabowo yang juga membawa "gerbong" ke kementrian pertahanan. Tapi
kalau mereka tidak berani mengkritik Prabowo ya baiknya tidak usah berisik juga
terhadap keinginan relawan Jokowi untuk mengisi posisi di BUMN.
Apa dampaknya
jika mereka yang tidak bersetuju dengan program dan ide Presiden di tempatkan
mengelola BUMN? Dampaknya ya jelas bahwa BUMN itu cenderung tidak akan
produktif maksimal sesuai keinginan Presiden karena sudah terjadi pertentangan
bahkan penolakan terhadap program, ide dan target Jokowi.
Mungkinkah
mereka yang tidak mendukung Jokowi di tempatkan untuk mengelola BUMN? Mungkin saja
dengan catatan mereka harus bersetuju terhadap program, ide dan target
Presiden. Untuk sampai tahap penempatan itu maka ia harus di uji lewat proses
karena sikap dan pilihan politik pendukung, biasanya tidak cepat berubah
kecuali mungkin ia masuk kategori bunglon profesional.
Untuk
membahas lebih jauh mari kita lihat berapa kira kira posisi di BUMN yang bisa
di isi berdasarkan kewenangan Eksekutif. Kalau ada 1.200 perusahaan BUMN
(Induk, Anak dan Cucu) dan masing masing memiliki 3 Direksi dan 3 Komisaris
maka paling tidak ada 7.200 posisi untuk mengisi Direksi dan Komisaris BUMN.
Jika tiap perusahaan itu bisa mengangkat 5 orang staff khusus Direksi maka
total staff khusus bisa mencapai 6.000 orang. Selain Direksi, komisaris dan
staff khusus ada juga Advisor di tiap BUMN sekitar 6 orang atau total sekitar
7.200 orang. Jadi total posisi di BUMN yang bisa di tentukan oleh Eksekutif
adalah 20.400 orang.
Apa yang bisa
dilakukan dengan 20.400 orang di BUMN? Jika 20.400 orang itu loyal pada
Presiden maka jumlah itu adalah kekuatan yang luar biasa besarnya yang harusnya
mampu untuk merealisasikan ide ide besar Presiden. Namun yang terjadi bisa
buruk bagi BUMN jika jumlah itu di isi oleh mereka yang menolak program, ide
dan target Jokowi. Di sisi lain jumlah sebesar itu juga bisa saja
"dimanfaatkan" untuk menjadi "tim sukses" yang di biayai
negara jika menteri BUMN nya terobsesi dan
berambisi Capres di 2024 tapi tidak punya partai Politik yang bisa menjadi
mesin politiknya.
Data pemilih
Jokowi di tiap level di BUMN pada pilpres 2019 lalu ternyata hanya di kisaran
22% saja sementara 78% sisanya tidak memilih Jokowi. Jadi jika ada 7.200
Direksi dan Komisaris di BUMN maka dari jumlah itu kira kira 1.500 orang yang
memilih Jokowi dan sisanya sekitar 5.700 orang tidak mendukung Jokowi atau
tidak memilih Jokowi atau tidak bersetuju terhadap program dan ide Jokowi. Jika
persentase ini masih sama dan berlaku sama maka jangan jangan ada 5.700 orang
saat ini di posisi Direksi dan Komisaris BUMN yang menjabat dan di bayar negara
tapi tidak mendukung program kepala negara.
Peran atau
Kontribusi BUMN dalam ekonomi di sektor usaha Indonesia sekitar 30%. Harapan
saya berangkat dari logika sederhana, jika yang mengelola BUMN itu adalah
mereka yang mendukung Jokowi maka seharusnya peran dan kontribusi BUMN akan
semakin besar namun jika yang mengelola itu adalah mereka yang tidak bersetuju
dengan Program dan Ide Jokowi maka boleh jadi peran dan kontribusi itu akan
semakin rendah di kemudian hari.
Saat ini
berapa banyak pendukung Jokowi yang berada di Direksi dan Komisaris BUMN ?
Kalau dari relawan terorganisir tapi bukan partai, dalam catatan saya, dari
7.200 posisi hanya ada sekitar 35 orang relawan, itupun sebagian besar
melanjutkan dari periode sebelumnya sementara yang benar benar baru tidak lebih
dari belasan orang. Selain pendukung Jokowi dari relawan yang diangkat,
diperkirakan ada sekitar 50 an orang relawan Jokowi yang sudah di berhentikan
Erick Thohir dan beberapa diganti dengan mantan caleg dari partai yang tidak
mendukung Jokowi seperti di PTPN 14 ada relawan pendukung Jokowi yang di ganti
oleh Mantan Caleg Propinsi dari Partai yang hingga hari ini tidak bergabung
dalam koalisi Partai Pendukung Jokowi. Di sisi lain rangkap jabatan yang tidak
sesuai dengan prinsip profesionalitas dan azas pemerintahan yang baik justru
bertambah dari 221 orang menjadi hampir 600 orang.
Siapa yang
berhak untuk memutuskan posisi Direksi dan Komisaris? Kalau menurut Perpres 177
tahun 2014 yang berwenang adalah Tim Penilai Akhir (TPA) diantaranya Presiden
dan Mensesneg. Posisi Menteri BUMN dalam TPA hanya sebagai anggota tidak tetap
yang mengusulkan nama nama bukan yang menentukan keputusan. Lucunya ada
informasi kalau konon ada sekitar 100 nama relawan yang sudah melewati proses
TPA melalui Presiden dan Mensesneg namun sudah berbulan bulan tidak di tindak
lanjuti oleh Kementrian BUMN. Ada banyak kemungkinan kenapa kementrian BUMN
tidak menindaklanjuti nama nama tersebut, salah satunya bisa jadi mungkin nama
nama tersebut di anggap lebih setia pada Presiden dibandingkan setia pada
imajinasi dari ambisi Menteri nya untuk 2024.***
Comments