Raja Duta Perbangsa: Melukai Hati Masyarakat Adat Paksi Pak Sekala Bekhak
MINTA
IKE EDWIN SECARA SUKARELA MENURUNKAN SIMBOL-SIMBOL DAN PROSESI ADAT YANG
DILAKUKAN LAMBAN KUNING
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) – Para pemuka adat Sai
Batin, termasuk Paksi Pak Sekala Bekhak, menyatakan simbol-simbol dan prosesi
adat yang dilakukan Lamban Kuning tak sesuai tata titi adat. Mereka minta Ike
Edwin secara sukarela menurunkan simbol-simbol tersebut dan tak melakukan
prosesi adat yang hanya berhak dilakukan para raja.
“Melukai hati
masyarakat adat Paksi Pak Sekala Bekhak," ujar Juru Bicara Kepaksian
Pernong, Raja Duta Perbangsa, Sabtu (5/12/2020).
Menurut para
raja itu, tidak bisa memasang simbol-simbol adat dan melakukan prosesi adat
yang mengatasnamakan kerajaan adat Paksi Pak Sekala Bekhak, kecuali titah atau
restu dari PYM/Sultan.
Mereka minta
Ike Edwin secara sukarela menghapus tulisan Lamban Gedung Kuning dan
simbol-simbol adat Paksi Pak Sekala Bekhak yang tertera di rumah
pribadinya.
Menurut para
pemuka adat selama ini menahan diri terhadap penyimpangan tata titi adat. Tapi,
pascaprosesi pemberian gelar adat terhadap calon wali Kota Bandarlampung Yusuf
Kohar, para raja menyatakan sikapnya.
Menurut para
raja itu, dampak dari kegiatan-kegiatan adat yang dilaksanakan di rumah pribadi
Ike Edwin dapat menimbulkan perpecahan antarpaksi dan marga-marga adat.
Para raja
yang tergabung dalam Kepaksian Paksi Pak Sekala Bekhak, yakni Raja Paksi dan
Raja Hidayat dari Kepaksian Bejalan Diway, Dalom Pemangku Alam dari Kepaksian
Belunguh, Batin Sangun dari Kepaksian Nyerupa.
Yang lain,
para mufti kepaksian, para raja, panglima, wakil panglima, sekretariat gedung
dalom, humas, hulubalang, puting beliung dari Kepaksian Pernong.
Mereka
meminta masyarakat paham bahwasanya tulisan rumah Ike Edwin--Lamban Gedung
Kuning--menyalahi aturan tata titi yang ada di Paksi Pak Sekala Bekhak.
Tulisan yang
ada di rumah pribadi Dang ike, panggilan Ike Edwin, di Jalan Pangeran Haji
Suhaimi Sukarame, Kota Bandarlampung itu keliru karena bukan istana adat/gedung
dalom kepaksian.
Selain itu,
simbol-simbol kebesaran adat seperti Hejongan Dalom (singgasana sultan), Titi
Kuya, Jembatan Agung (Talang Kuning) yang terpasang di rumah pribadi Ike Edwin
hanya boleh dipergunakan oleh Sai Batin/Sultan.
Demikian pula
payung agung, tombak (payan), pedang yang sudah ditetapkan oleh pemilik adat
dalam hal ini Sai Batin atau Sultan secara turun temurun, tidak dapat dialihkan
kepada siapapun.
"Jadi,
simbol-simbol adat yang ada di rumah Ike Edwin menyalahi ketentuan adat,"
kata salah seorang pemuka adat.
Dikatakannya
pula, gelar adat atau adok Ike Edwin yang diberikan PYM SPDB Pangeran Edwardsyah
Pernong masalah Batin Perwira Negara. Namun, yang gelar/adok yang
dipublikasikan tidak seperti itu (Gusti Batin Raja Mangku Negara).
Dijelaskan
pula, struktur pemerintahan adat Kepaksian Pernong, sultan dibantu oleh pemapah
dalom, dan pemapah dalom dibantu perdana menteri dan perdana utama.
Jabatan
perdana menteri Kepaksian Pernong tidak sama seperti jabatan jabatan perdana
menteri di Inggris atau di Jepang. Bukan menjadi kepala pemerintahan kerajaan.
Jabatan
Perdana Menteri Ike Edwin, hanya untuk Kepaksian Pernong bukan perdana menteri
Paksi Pak Sekala Bekhak, kata para petinggi Kerajaan Paksi Pak Sekala Bekhak.
Tidak pernah disepakati dalam Hippun Kepaksian, musyawarah agung para Sai
Batin/Sultan.
“Sikap yang
kami nyatakan hari ini akumulasi dari setelah sekian lama sabar. Ini panggilan
sejarah karena kami menyadari bahwa Tata Titi Adat Saibatin adalah titipan dari
para pendahulu yang sudah terjaga selama ratusan tahun dan akan diwariskan ke
anak cucu," ujar Raja Duta Perbangsa.
Menurut dia,
adat sebagai titipan jangan sampai menjadi cacat dan tercemar kemurniannya
justru di zaman kami. Karenanya ini adalah bagian dari tugas sejarah, bukan
karena motif-motif lain apalagi motif politik.
“Sebagai
bangsawan Kepaksian, mestinya Batin Perwira Negara (Ike Edwin) justru
meluruskan kekeliruan penulisan di media atau penyebutan di masyarakat terhadap
rumah tempat tinggalnya, bukan justru malah melanggengkan penggunaannya,” imbuh
Mufti Kepaksian Pernong, KH. Johan Iskandar. (red/rls)
Comments