OJK Keluarkan Peraturan Perpanjangan Kebijakan Stimulus Covid-19
OTENTIK (JAKARTA) – Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menerbitkan POJK Nomor 48
/POJK.03/2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2020
Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical
Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
POJK
perpanjangan kebijakan stimulus covid di sektor perbankan ini dikeluarkan
setelah
mencermati
perkembangan dampak ekonomi berkaitan penyebaran COVID-19 yang masih
berlanjut
secara global maupun domestik dan diperkirakan akan berdampak terhadap
kinerja dan
kapasitas debitur serta meningkatkan risiko kredit perbankan.
POJK ini juga
ditujukan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong
optimalisasi
kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung
pertumbuhan
ekonomi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari
terjadinya
moral hazard.
Sebelumnya,
OJK pada Maret 2020 telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor
11/POJK.03/2020
tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical
Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus COVID-19)
yang berlaku
sampai dengan 31 Maret 2021 sebagai quick response dan forward looking
policy atas
dampak penyebaran COVID-19. Dengan terbitnya POJK 48/POJK.03/2020 ini
maka
kebijakan stimulus ini akan berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Hingga 9
November 2020, realisasi restrukturisasi kredit sudah mencapai Rp936 triliun
yang diberikan
kepada 7,5 juta debitur. Jumlah itu terdiri dari debitur UMKM sebanyak 5,8
juta debitur
dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp371,1 triliun dan 1,7 juta debitur non
UMKM senilai
Rp564,9 triliun.
Pokok-pokok
pengaturan dalam POJK stimulus COVID-19 berupa kebijakan relaksasi bagi
debitur yang
terkena dampak COVID-19 masih tetap berlaku, antara lain mencakup:
a. Penilaian
kualitas kredit/pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok
dan/atau
bunga untuk kredit/pembiayaan s.d Rp10 miliar;
b. Penetapan
kualitas kredit/pembiayaan menjadi Lancar setelah direstrukturisasi; dan
c. Pemisahan
penetapan kualitas untuk kredit/pembiayaan baru.
Adapun dalam
POJK Perubahan atas POJK Stimulus COVID-19 ini terdapat penyesuaian
pengaturan
untuk memastikan penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian bagi
bank dalam
menerapkan kebijakan tersebut, serta kebijakan terkait dengan permodalan
dan likuditas
bank.
Penyesuaian
pengaturan antara lain juga meliputi:
a. Bank wajib
menerapkan manajemen risiko antara lain memiliki pedoman untuk
menetapkan
debitur yang terkena dampak; melakukan penilaian terhadap debitur yang
mampu terus
bertahan dari dampak COVID-19 dan masih memiliki prospek usaha;
membentuk
cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah
dilakukan
restrukturisasi kredit/pembiayaan; mempertimbangkan ketahanan modal.
dengan
memperhitungkan tambahan pembentukan cadangan untuk mengantisipasi
potensi
penurunan kualitas kredit/pembiayaan restrukturisasi dalam hal bank akan
melakukan
pembagian dividen dan/atau tantiem; dan melakukan uji ketahanan secara
berkala
terhadap potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan yang
direstrukturisasi
dan pengaruhnya terhadap likuiditas dan permodalan bank.
b. Ketentuan
restrukturisasi; kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dikecualikan dari
perhitungan
aset berkualitas rendah (KKR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank bagi
BUK/BUS/UUS;
Bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi
kredit/pembiayaan
sepanjang tetap memenuhi prinsip kehati-hatian dan Bank harus
melakukan
penilaian terhadap kemampuan debitur yang terkena dampak penyebaran
COVID-19
untuk dapat bertahan sampai dengan berakhirnya POJK ini. Penilaian
dimaksud akan
berdampak terhadap penilaian kualitas kredit/pembiayaan yang
direstrukturisasi
dimaksud.
c. Bank dapat
menerapkan kebijakan likuiditas dan permodalan sebagai dampak
penyebaran
COVID-19 yang terdiri atas: BUK yang termasuk dalam kelompok BUKU 3,
BUKU 4, dan
bank asing dapat menyesuaikan batas bawah pemenuhan liquidity
coverage
ratio dan net stable funding ratio dari 100% (seratus persen) menjadi 85%
(delapan
puluh lima persen) sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Kemudian BUK
atau BUS dapat menyediakan dana pendidikan kurang dari 5% (lima
persen) dari
anggaran pengeluaran sumber daya manusia untuk tahun 2020 dan 2021.
BUK, BUS,
atau UUS dapat menetapkan kualitas agunan yang diambil alih yang diperoleh
sampai dengan
tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan kualitas agunan yang diambil alih
posisi akhir
bulan Maret 2020.
Selain itu,
BUK atau BUS yang termasuk dalam kelompok BUKU 3 dan BUKU 4 dapat tidak
memenuhi
capital conservation buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari aset
tertimbang
menurut risiko. (ida/rls)
Comments