Badan Litbang Kemendagri Gelar Webinar, Cari Solusi Atasi Konflik Agraria di Indonesia
OTENTIK (JAKARTA) – Badan Litbang Kemendagri
menggelar webinar secara virtual bertajuk “Kajian Konflik Pertanahan di
Indonesia”, Jumat (22/1/2021). Webinar melibatkan sejumlah narasumber, di
antaranya Dirjen Bina Adwil Kemendagri, Safrizal ZA, Dirjen Bina Pembangunan
Daerah, Hari Nur Cahaya Murni, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik
Kementerian ATR/BPN, Daniel Addityajaya, Pelaksana Harian Sekda Provinsi Riau,
Masrul Kasmi, dan Peneliti FORCI Development IPB, Amir Mahmud. Sementara Kepala
Badan Litbang Kemendagri, Agus Fatoni, hadir sebagai pembicara kunci pada
kegiatan tersebut.
Dalam
sambutannya, Fatoni menunjukkan sejumlah data yang menyebutkan konflik
pertanahan masih kerap terjadi di Indonesia. Misalnya, menurut data Kementerian
ATR/BPN, yang mencatat sampai dengan Oktober 2020, kasus sengketa konflik dan
perkara pengadilan mengenai pertanahan, mencapai 9000 kasus. Sedangkan menurut
data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) terjadi 241 kasus konflik pertanahan di
359 kampung/desa, yang melibatkan 135.337 KK di lahan seluas 624.272,111
hektare. Sementara itu, berdasarkan RPJMN Tahun 2020-2024, konflik dan perkara
pertanahan yang tertangani baru 4.031 kasus dari total 10.802 kasus. “Konflik
pertanahan sebenarnya merupakan masalah klasik yang hampir terjadi di semua
daerah seluruh Indonesia,” katanya.
Fatoni
menjelaskan, kegiatan diskusi ini untuk mencermati kembali penyebab terjadinya
konflik pertanahan. Selain itu, diskusi bertujuan untuk menganalisis apa saja
tanggung jawab dan peran pemerintah daerah, serta Kemendagri dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan dalam menyelesaikan konflik pertanahan. Melalui
kegiatan ini, diharapkan, dapat mengetahui kendala yang dihadapi dalam
penanganan konflik pertanahan dan mencari solusi penyelesaiannya.
Kemendagri
sendiri, lanjut Fatoni, telah memfasilitasi penanganan konflik yang terjadi di
Indonesia. Misalnya sejak tahun 2017 hingga semester II tahun 2018, Kemendagri
telah memfasilitasi konflik pertanahan sebanyak 487 kasus yang tersebar di
Indonesia. Tak hanya itu, dalam hal reformasi agraria, Kemendagri memiliki
peran di dua agenda prioritas nasional, seperti program sertifikat tanah gratis
yang dimulai sejak 2017 dan program penyelesaian tanah dalam kawasan hutan.
“Kemendagri secara konsisten melalui berbagai komponen yang ada terus mendukung
penyelesaian konflik di bidang pertanahan,” katanya.
Pada
kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Kementerian
ATR/BPN Daniel Addityajaya memaparkan perihal penyelesaian konflik agraria dan
penguatan kebijakan reforma agraria. "Pertama kita harus membuat regulasi
yang implementatif terhadap isu lapangan yang melibatkan non goverment
organization dalam penyusunannya, seperti peraturan pemerintah tentang
redistribusi tanah dan penyelesaian konflik lintas sektor dengan instrumen
geraknya melalui Gugus Tugas Reforma Agraria," jelas Daniel Addityajaya.
Hal lain yang
dilakukan dalam penyelesaian konflik agraria adalah membuat timeline per
kuartal untuk kasus konflik dan lokasi redistribusi berdasarkan indikator prioritas
kesulitan dan executability. "Kita juga harus menentukan timeline eksekusi
di lapangan, khususnya lokasi prioritas pelaksanaan reforma agraria dan
perubahan kebijakan yang tentu disertai dengan pelaporan periodik per kuartal.
Untuk saat ini kita telah menargetkan 50% konflik untuk diselesaikan pada tahun
2021," imbuhnya.
Menutup acara
diskusi, Fatoni mengajak instansi di tingkat pusat sampai daerah dapat
berkoordinasi bersama dalam penyelesaian konflik agraria. "Upaya
fasilitasi dan koordinasi perlu dilakukan bersama dengan instansi baik di
tingkat pusat maupun daerah. Pelaksanaan kajian konflik pertanahan yang dimulai
hari ini perlu mendapat perhatian serius guna memperolah solusi terbaik untuk
meminimalisir dan melakukan pencegahan serta menyelesaikan konflik pertanahan
secara optimal," tutupnya.
Diskusi ini
melibatkan peserta dari berbagai pihak, di antaranya: Kementeriam ATR/BPN dan
kementerian/lembaga terkait lainnya, Sekretaris Daerah di tingkat provinsi,
kabupaten/kota; Kepala Kantor Wilayah BPN tingkat provinsi, kabupaten/kota;
Kepala Bappeda provinsi, kabupaten/kota; Kepala Dinas PUPR dan Kimpraswil
tingkat provinsi, kabupaten/kota; Kepala Badan Litbang Daerah atau perangkat
daerah yang membidangi kelitbangan; akademisi, mahasiswa, dan elemen masyarakat
lainnya. (herman IT)
Comments