PLN Siap Optimalkan Pemanfaatan FABA, Dorong Kualitas Lingkungan yang Lebih Baik
OTENTIK (JAKARTA) – Senin (15/3/2021), PLN
siap optimalkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat
yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga
uap (PLTU) menjadi bahan baku keperluan sektor konstruksi dan infrastruktur,
bahkan pertanian. Hal ini menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Di
negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan beberapa
negara lain hal ini bukanlah sesuatu yang baru dan mereka tidak memasukan FABA
ke dalam kategori limbah B3,” tutur Executive Vice President Komunikasi
Korporat dan CSR, Agung Murdifi.
Berdasarkan
hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari
beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan
lingkungan.
Beberapa
Laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain
laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama
Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL)
Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology-pun menunjukkan bahwa
abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi
bukan B3.
Meskipun
telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi
sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur
internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices
(BEP).
PLN
memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih
mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas
limbah tersebut, terutama bagi masyarakat. PLN juga akan bekerja sama dengan
banyak pihak, terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah
dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik.
“Kami telah
melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA hasil pembakaran di
PLTU bisa dimanfaatkan dan hasilnya sangat menggembirakan. FABA bisa
dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock,
semen, hingga pupuk,” ungkap Agung.
Di PLTU
Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA
sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin
dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving
dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga
tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.
“Hasil olahan
dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU
Tanjung Jati B,” kata Agung.
Sebagai
gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako
yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Sepanjang
tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving
dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu
membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.
“Terbaru kami
salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi masjid Darul Muttaqin, Desa
Kaliaman, Kembang, Jepara,” imbuh Agung.
Selain itu,
di PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam
pembuatan akses jalan. PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku
batako dan bahan baku di industri semen. Sementara, PLTU Ombilin memanfaatkan
FABA menjadi campuran pupuk silika.
“PLN yakin
momentum ini sebagai era baru pengelolaan FABA. Memberi harapan baru pada
infrastruktur lebih murah dan kualitas lingkungan yang lebih baik,” pungkas
Agung. (ida/rls)
Comments