Juniardi: Media Pers juga Menggunakan Media Sosial Menjadi Market Pembacanya, Terutama Media Siber
OTENTIK
(BANDARLAMPUNG) – Kebebasan berekspresi di Indonesia
yang merupakan hak dari setiap manusia, yang menjadi amanat dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pasal 28F amandemen ke-2
yang ditetapkan pada Agustus 2000, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
"Kebebasan
berekspresi sejatinya diakui dunia internasional sebagai salah satu hak asasi
manusia. Sistem hukum yang menjelma dalam konsep hak asasi manusia (HAM)
tidaklah semata-mata sebagai produk Barat, melainkan dasar pijakan yang kokoh
dari seluruh budaya dan agama," kata pimred sinarlampung.co, Juniardi,
pada Workshop Aliansi Jurnalistik Video (AJV), di Gedung Dewan Kesenian PKOR,
Way Halim, Bandar Lampung, Jumat ( 24/6/2022) siang.
Lalu, kata
Juniardi ada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
"Hak
atas kebebasan berekspresi mencakup kebebasan untuk menyampaikan
opini-pendapat, pandangan atau gagasan tanpa adanya intervensi atau campur
tangan, hak untuk mencari, menerima dan menyampikan informasi, melalui media
apapun, tanpa memandang batas-batas wilayah. Kebebasan ini dilakukan baik
secara lisan, tulisan-cetak, dalam bentuk seni-budaya, atau melalui media lain
yang dipilihnya," kata Juniardi,dalam kegiatan yang mengusung tema
“Jurnalistik Merdeka dan Optimasi Konten Sosial Media”.
Salah satu
media berekspresi yang paling banyak digunakan manusia modern saat ini, lanjut
Juniardi, adalah internet. Media ekspresi di internet berupa blog pribadi, akun
jejaring sosial, forum diskusi, wiki dan lain-lain. "Dan lahirnya internet
hingga kini memudahkan kita semua untuk bekerja, berkomunikasi, menghasilkan
uang, mempelajari hal baru, mendapatkan berita dunia, mempererat silaturrahmi,
hingga mencari teman, hingga melahirkan media siber," katanya.
Semua
orangpun lantas bebas mengemukakan pendapatnya di internet, termasuk keluh
kesah mereka terhadap sesuatu hal. Bertukar pikiran melalui internet relatif
lebih mudah dilakukan karenasetiap orang bebas untuk menampilkan identitas
dirinya. Informasi yang berkembang di internet saat ini menjadi salah satu
tolak ukur kemajuan berpikir manusia modernyang perlu mendapatkan perhatian.
"Siapa
sangka, semua saluran TV dalam hitungan beberap tahun tergusur oleh Medsos
bernama Yutube. Media konvensional ikut tergusur. Pabrik radio tutup.
Surat-surat, hingga kini akan ada uang digital. Kemajuan yang serba digital.
Seminar-seminar hingga belajar bisa zoom. Rapat-rapat skala kecil bisa gunakan
vc group, dan hingga belanja online," ulasnya.
Bagi pers,
atau media, lanjut Juniardi, dengan cepat harus menyesuaikan. Digitalisasi
kekinian juga memberi ruang bagi setiap orang menjadi media bagi dirinya
sendiri dengan melakukan kegiatan jurnalistik. Sehingga Pers industri mulai
tergilas dan dikendalikan oleh media sosial.
"Pers
kerap tertinggal dari media sosial, terlebih jika para penggiat media sosial
melaporkan hal hal yang terjadi dimasyarakat dengan menggunakan ilmu
jurnalistik yang mengikuti pedoman dalam kode etik jurnalistik. Media sosial
juga telah berkembang menjadi industri besar yang memberikan peluang kerja bagi
masyarakat, termasuk jurnalis media. Pers acapkali menjadikan media sosial
sebagai sumber informasi publik," katanya.
Menurut
menyebutkan data pengguna media sosial aktif di Indonesia saat ini per-Februari
2022, mencapai 191,4 juta pengguna. "Jumlah itu naik 12,6% dibandingkan
pada tahun sebelumnya, dimana pada jumlah tersebut didalamnya termasuk kalangan
pendidikan dan anak-anak atau remaja, hingga wartawan," kata Juniardi.
Juniardi
mengatakan, sosial media menciptakan sebuah budaya baru. Media sosial pada
kelanjutannya tidak hanya mengajarkan bagaimana sebuah teknologi komunikasi dan
informasi memberikan dampak, tetapi juga mengajarkan bagaimana sebuah teknologi
komunikasi diserap dan diadopsi.
"Media
Sosial merupakan suatu alat untuk kita bisa berinteraksi dan melakukan
aktifitas atau komunikasi secara dua arah secara daring atau online. Saat ini
media sosial tidak hanya digunakan sebagai media untuk berkomunikasi saja,
namun media sosial juga kerap digunakan dalam kepentingan politik,
pemerintahan, dan lain sebagainya. Termasuk media pers juga menggunakan media
sosial menjadi market pembacanya, terutama media siber," kata Juniardi.
Namun
disamping media sosial berperan untuk kebutuhan saat ini, media sosial juga
memiliki dampak negatif misalnya, dengan adanya media sosial yang memudahkan
untuk mencari suatu informasi. Lalu banyak kasus Hoax yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Ini
bisa terjadi karena informasi mudah menyebar luas melalui media sosial. Selain
itu, banyak juga terjadi kasus bullying melalui media sosial. Media sosial
dapat berperan baik di era digital ini apabila digunakan atau diaplikasikan
dengan baik dan bijak. Dan ini tergantung pada SDM, yang harus siap berhadapan
dengan digitalisasi," katanya.
Karena, kata
Juniardi, jika salah salah dalam menggunakan media sosial akan berhadapan
dengan UU ITE. Karena, munculnya UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE memberikan
pembatasan yang lebih besar terhadap kebebasan berekspresi daripada
perlindungannya.
Beberapa
ketentuan UU ITE, khsususya pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik, sering dianggap sebagai penyebab orang memiih
bungkam atau “self censorship” atas kodisi sosial politik yang ada di
masyarakat.
Kondisi
demikian menunjukkan bahwa keberadaan UU ITE tidak semata-mata membuat
masyarakat sadar akan kebebasan dan tanggung jawab. Keberadaan UU ini membuat
masyarakat menjadi takut untuk beresuara mengenai ketidakadilan disekelilingnya
dan berteriak terhadap pelangggaran yang dilakukan penguasa karena khawatir
dianggap penghinaan atau pencemaran nama baik.
"Di satu
sisi, kita memang menghendaki adanya kebebasan berekspresi. Namun, kita juga
harus mengakui bahwa masih ada bagian dari masyarakat kita yang tidak
bertanggung jawab dalam menggunakan kebebasan itu. Dan saat ini pemerintah
cenderung menyikapi dengan mengeluarkan sebuah aturan dalam bentuk
undang-undang untuk membuat masyarakat bertanggung jawab," katanya.
Hadir sebagai
narasumber pada acara itu, Irjen Pol (Purn) Ike Edwin, Ketua AJV (Aliansi
Jurnalis Video) Syaefurrahman Al Banjary, Naqiyyah Syam Founder of Tapis
Blogger, Dr Haris Jauhari, Mantan Ketua Ikatan Jurnalis TV Indonesia (IJTI),
Hermas Prabowo, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad. (ida/rls)
Comments