Perusahaan Pers Startup Siap-siap Gigit Jari dengan Terbitnya Perpres Keberlanjutan Media
Oleh:
Sihono HT (Ketua SMSI DIY, Founder Media
Startup Wiradesa.co)
PRESIDEN Republik
Indonesia (RI) berencana menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang
Keberlanjutan Media. Kini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
dan Dewan Pers sedang berpacu, adu cepat, mengusulkan draft rencana perpres
tersebut.
Ada dua
usulan draft yang disodorkan ke Presiden. Pertama, usulan dari Kemenkominfo
draft R-Perpres tentang Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dan Perusahaan
Pers untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, Kedua, usulan Dewan Pers draft
R-Perpres tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme
Berkualitas.
Kedua lembaga
negara itu sepertinya tergopoh-gopoh, pengin secepat mungkin, memenuhi saran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato di puncak peringatan HPN 2023 di
Medan, Sumatera Utara, Kamis 9 Februari 2023. “Saran saya bertemu, kemudian
dalam satu bulan ini harus selesai mengenai perpres ini. Jangan lebih dari satu
bulan,” tegas Presiden Jokowi.
Memenuhi
saran Presiden itu baik, tetapi akan lebih baik jika mendengarkan apa yang dirasakan
pengelola perusahaan pers startup. Perusahaan media kecil di Indonesia itu
sekarang jumlahnya puluhan ribu. Pengelola media kecil banting tulang, memeras
keringat, dan kerja mati-matian untuk bisa bertahan di masa pandemi Covid-19
dan di era disrupsi.
Mereka para
pimpinan di kedua lembaga negara itu sibuk menyusun peraturan ini peraturan
itu, pedoman ini pedoman itu, yang semuanya dibiayai negara, kami-kami di
lapangan pontang-panting melaksanakannya.
Dewan Pers
yang diamanahi untuk mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2 butir g UU Nomor
40/1999 tentang Pers) justru membuat syarat verifikasi yang sulit untuk
dipenuhi perusahaan media startup.
Kami sendiri
tidak sulit memenuhi dua syarat utama untuk verifikasi, yakni berbadan hukum
Indonesia dan pemimpin redaksinya memiliki kartu wartawan utama. Tetapi untuk
syarat yang lain, memiliki modal minimal Rp 50 juta dan menggaji wartawan
sesuai standar upah minimum provinsi sebanyak 13 kali setahun, serta
mengikutkan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan itu pukulan telak bagi
startup.
Tidak jarang
kita mendapat komentar dari berbagai pihak yang katanya tokoh pers. “Kalau
tidak punya modal dan tidak mampu membayar karyawan, ya gak usah mendirikan
perusahaan pers”. Emangnya di Indonesia ini yang boleh mendirikan perusahaan
pers itu hanya orang yang punya modal, orang yang punya duit?
Hebatnya,
soal verifikasi ini masuk dalam draft R-Perpres usulan Dewan Pers. Dalam draft
usulan R-Perpres tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung
Jurnalisme Berkualitas, Pasal 8 ayat (1) berbunyi “Perusahaan Pers yang berhak
mengajukan permohonan kepada Dewan Pers atas pelaksanaan Kerjasama Perusahaan
Platform Digital dengan Perusahaan Pers adalah Perusahaan Pers yang telah
terverifikasi oleh Dewan Pers”.
Jadi puluhan
ribu perusahaan pers startup, perusahaan media kecil di Indonesia, siap-siap
gigit jari dengan terbitnya Perpres tentang Keberlanjutan Media. Karena nanti
hanya media-media yang bermodal besar yang akan diuntungkan dengan perpres ini.
Akhirnya asas keadilan tidak akan dirasakan oleh perusahaan media kecil, yang
jumlahnya sangat banyak di Indonesia.
BELAJARLAH
DARI GOOGLE
Selama ini,
Pemerintah (Kemenkominfo) dan Dewan Pers tidak memberi solusi riil terhadap
persoalan yang dihadapi Perusahaan Pers Startup, seperti kami. Pengelola media
kecil, seperti kami dan juga yang lain, berusaha keras sendiri-sendiri untuk
menghasilkan karya jurnalisme berkualitas dan berusaha agar bisnis medianya
tetap berkelanjutan. Tetapi Dewan Pers justru merepotkan dengan syarat
verifikasi dengan dalih mendata pers, menjalankan undang-undang.
Ketika
Kemenkominfo dan Dewan Pers sibuk memenuhi saran Presiden, sebenarnya
perusahaan platform digital internasional, seperti Google telah menjalankan apa
yang diributkan oleh para elit pers dan pejabat di Indonesia tersebut. Justru
Google yang dikeluhkan itu yang membantu media startup, media kecil yang
terabaikan di draft usulan R-Perpres tentang Keberlanjutan Media.
Bantuan itu
tidak hanya pendanaan, tetapi juga workshop (pelatihan) tentang bagaimana
membuat karya jurnalisme berkualitas tinggi dan bisnis media yang
berkelanjutan. Program Google News Initiative Startups Lab Indonesia itu salah
satu contohnya.
Seharusnya
Pemerintah (Kemenkominfo) dan Dewan Pers melakukan apa yang dijalankan Google.
Khususnya terkait pembuatan karya jurnalisme berkualitas tinggi dan berbisnis
media secara profesional.
Jika memang
serius membuat regulasi tentang media, maka ajaklah berbicara kepada semua
stakeholders, berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk perusahaan media
startup dan perusahaan platform digital.
Seharusnya
Dewan Pers sebagai lembaga independen memfasilitasi organisasi-organisasi pers
dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas
profesi kewartawanan, bukan berpacu, adu cepat, dengan Kemenkominfo menyodorkan
R-Perpres tentang Keberlanjutan Media kepada Presiden. (*)
Comments