Berita Hangat

Mahepel Unila Klarifikasi Isu Meninggalnya Peserta Diklat Angkatan 26: Tegaskan Tidak Ada Kekerasan

Chandra Bangkit dan Ketua Mahepel Unila Achmad Fadillah. foto: Ist

OTENTIK ( Bandar Lampung ) — Menanggapi sorotan publik dan pemberitaan yang berkembang luas, Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (MAHEPEL) Universitas Lampung (UNILA) akhirnya mengeluarkan klarifikasi resmi terkait meninggalnya salah satu peserta Diklat Angkatan ke-26, almarhum Pratama Wijaya Kesuma.

Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan di Kantor LBH IKADIN kota bandar lampung, pada Selasa 3 Juni 2025, MAHEPEL menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya almarhum serta menyampaikan empati kepada peserta lain yang mengalami gangguan kesehatan selama kegiatan.


Kuasa Hukum MAHEPEL UNILA, Chandra Bangkit, menegaskan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa kekerasan fisik. Ia juga membantah sejumlah tuduhan yang beredar dan menyatakan komitmen penuh MAHEPEL terhadap penegakan hukum dan evaluasi internal.

“Kami turut berduka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya saudara Pratama Wijaya Kesuma. Dalam kegiatan Diksar ini, kami tegaskan tidak ada kekerasan berupa kontak fisik yang dilakukan panitia,” ujar Chandra kepada awak media, Selasa 3 Juni 2025.

Menurutnya, luka-luka seperti lebam yang dialami beberapa peserta bukan akibat kekerasan, melainkan dampak dari aktivitas di medan alam terbuka.

“Luka itu muncul akibat benturan alami, seperti terkena ranting pohon atau saat merayap di jalur terjal. Kegiatan fisik seperti push-up atau sit-up memang ada, tapi dilaksanakan sesuai prosedur dan batas kemampuan peserta,” jelasnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Achmad Fadillah selaku Ketua MAHEPEL angkatan 23, menurutnya selama Diksar memang ada kegiatan fisik.

Namun, dia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan kekerasan dalam bentuk kontak fisik terhadap peserta.

"Untuk push up, sit up, dan yang lainnya itu merupakan aktifitas untuk menjaga stamina apalagi kegiatan tersebut memang berada alam, jadi bukan sekedar dihukum," kata Fadilah.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa terkait long march selama 15 jam itu tidak bener. Ia menambahkan waktu efektifnya hanya sekitar 5 sampai 6 jam.

"Sebenarnya bukan 15 jam, karena di situ ada istirahat makan, solat, jadi efektifnya itu paling cuma 5-6 jam," tambahnya. 

Berikut beberapa poin penting dalam klarifikasi yang disampaikan oleh MAHEPEL:


1. Tidak Ada Kekerasan Terorganisir

Organisasi menegaskan bahwa tidak ada sistem atau perintah yang mengarah pada tindakan kekerasan. Luka-luka yang muncul disebut sebagai bagian dari konsekuensi medan dan aktivitas fisik peserta.


2. Tudingan Minum Spiritus Tidak Benar

MAHEPEL menyatakan tidak ditemukan bukti bahwa peserta dipaksa meminum spiritus oleh panitia. Jika pun terjadi, hal itu merupakan tindakan pribadi dan bukan instruksi resmi.


3. Koreksi Tanggal dan Penyebab Kematian

Kegiatan lapangan dilaksanakan pada 14–17 November 2024, bukan Desember seperti yang beredar. Almarhum meninggal dunia pada 28 April 2025, dan hasil medis menunjukkan penyebabnya adalah tumor otak, yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan diklat.


4. Gangguan Pendengaran Peserta

Salah satu peserta mengalami gangguan pendengaran akibat penyakit Otitis Media Akut (OMA). MAHEPEL mengaku telah memberikan pendampingan dan penanganan medis terhadap peserta tersebut.


5. Isu Longmarch dan Kehausan Dibantah

MAHEPEL membantah tuduhan bahwa peserta dipaksa berjalan selama 15 jam tanpa henti. Longmarch dilakukan dengan pengawasan, istirahat cukup, dan konsumsi air yang memadai.


6. Tindakan Evaluatif dan Korektif

Organisasi mengakui adanya kekurangan, terutama karena tidak menyertakan tim medis dalam kegiatan. MAHEPEL menyatakan telah menerima sanksi dan berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh demi peningkatan kualitas dan keselamatan kegiatan di masa depan.

MAHEPEL UNILA juga mengimbau seluruh pihak untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. Organisasi juga mendukung penuh investigasi yang tengah dilakukan oleh Universitas Lampung dan aparat penegak hukum.

“Kami siap menempuh jalur hukum terhadap penyebaran berita bohong yang mencemarkan nama baik organisasi,” tegas Chandra.

Dengan klarifikasi ini, MAHEPEL berharap publik bisa bersikap objektif dan memberikan ruang bagi proses hukum dan investigasi yang tengah berjalan.(**)

Comments