Inflasi IHK 2020 Tercatat Rendah, Waspadai Gejolak Harga Bahan Pangan Awal Tahun 2021
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) – Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) Provinsi Lampung tahun 2020 tercatat rendah pada batas bawah
kisaran sasaran 3,0±1%. Capaian inflasi IHK tahun 2020 tercatat sebesar 2,00%
(yoy) atau melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,44% (yoy).
Inflasi yang rendah tersebut dipengaruhi oleh permintaan masyarakat yang belum
kuat sebagai dampak pandemi COVID-19, pasokan yang memadai, dan sinergi
kebijakan melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam menjaga
kestabilan harga. Meski demikian, capaian tersebut tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,69% (yoy) dan 1,90%
(yoy).
Rendahnya
realisasi inflasi pada tahun 2020 didukung oleh capaian kelompok inflasi yang
terkendali. Inflasi kelompok inti terpantau menurun pada tingkat yang rendah,
sebesar 1,52% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 3,38% (yoy).
Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan permintaan masyarakat
akibat pandemi COVID-19 sejak Maret 2020. Sementara itu, inflasi kelompok
volatile foods tercatat melambat sebesar 4,19% (yoy), atau lebih rendah
dibandingkan tahun 2019 yakni 5,59% (yoy). Melambatnya inflasi pangan
disebabkan oleh penurunan permintaan dari sektor hotel, restoran, dan katering
(horeka) sebagai dampak merebaknya pandemi COVID-19. Efektivitas TPID dalam
menjaga kecukupan pasokan bahan pangan strategis, semakin mendorong tercapainya
inflasi volatile foods yang terkendali di tahun 2020. Di sisi lain, tekanan
inflasi administered prices tahun 2020 relatif meningkat dari 0,76% (yoy) pada
tahun 2019 menjadi 1,35% (yoy) seiring dengan kenaikan cukai rokok, tarif penyeberangan
Merak-Bakauheni, dan bahan bakar rumah tangga.
Pada Desember
2020, inflasi IHK mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Inflasi IHK pada Desember 2020 tercatat sebesar 0,66% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,12% (mtm). Pencapaian tersebut juga
lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional yang tercatat sebesar 0,45% (mtm),
namun lebih rendah dari inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 0,72% (mtm).
Secara spasial, dibandingkan 90 kota perhitungan inflasi nasional, inflasi Kota
Bandar Lampung dan Kota Metro pada bulan Desember 2020 tergolong moderat dan
masing-masing menempati urutan ke-29 dan ke-41.
Secara
bulanan, inflasi pada bulan Desember 2020 meningkat didorong oleh kenaikan
harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai 2,28% (mtm)
dengan andil tertinggi (0,65%). Adapun beberapa komoditas penyumbang inflasi
terbesar antara lain cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras,
dan beras dengan andil masing-masing sebesar 0,31%, 0,13%, 0,09%, 0,05% dan
0,03%. Peningkatan tekanan inflasi, khususnya cabai merah dan cabai rawit
disebabkan oleh terganggunya produksi seiring dengan meningkatnya curah hujan.
Harga telur ayam ras dan daging ayam ras juga naik dipengaruhi oleh naiknya
permintaan menjelang libur akhir tahun serta kenaikan harga pakan ternak,
diantaranya jagung dan kedelai. Selain itu, kenaikan harga telur ayam
disebabkan oleh terbatasnya pasokan day old chicken (DOC). Harga beras
juga mengalami kenaikan seiring dengan berkurangnya pasokan memasuki masa tanam
di beberapa daerah.
Meski
demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode Desember 2020 tertahan oleh
deflasi yang terjadi pada sebagian komoditas di antaranya telepon seluler,
bawang merah, petai, cumi-cumi, dan emas perhiasan dengan andil masing-masing
sebesar -0,06%, -0,04%, -0,02%, -0,01% dan -0,01%. Penurunan harga telepon
seluler terjadi seiring dengan adanya diskon akhir tahun. Harga bawang merah
mengalami penurunan seiring meningkatnya pasokan dari sentra produksi di Jawa.
Peningkatan pasokan juga mendorong penurunan harga petai dan cumi-cumi.
Sementara itu, harga emas perhiasan turun dipengaruhi oleh tren penurunan harga
emas global didorong optimisme pasar terhadap kemajuan perkembangan vaksin
COVID-19.
Nilai Tukar
Petani (NTP) Desember 2020 tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Kenaikan NTP ini terjadi seiring dengan kenaikan harga pada komoditas subsektor
tanaman pangan, antara lain jagung, beberapa jenis sayuran dan buah, kelapa,
kopi, kakao, karet, kelapa sawit, beberapa jenis ternak dan unggas, serta
beberapa jenis ikan tangkap dan budidaya yang mendorong peningkatan penerimaan
petani (1,43%; mtm). Meskipun, di sisi lain, tekanan inflasi perdesaan juga
tercatat naik sebesar 0,68% (mtm). Dengan demikian, NTP Desember 2020 tercatat
naik sebesar 0,94% (mtm) dari 95,85 menjadi 96,75. Kenaikan NTP ini terjadi
pada hampir semua subsektor, dengan kenaikan tertinggi pada subsektor
hortikultura.
Ke depan, KPw
BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang
sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi,
antara lain: Pertama, ketidakseimbangan jumlah pasokan komoditas bahan pangan
menghadapi normalisasi konsumsi masyarakat seiring dengan optimisme pulihnya
aktivitas ekonomi. Pandemi COVID-19 telah berdampak pada menurunnya harga jual
komoditas bahan pangan. Kondisi tersebut mengakibatkan turunnya pendapatan
produsen, tergerusnya margin hingga kerugian yang menyebabkan berkurangnya
modal dan terjadi disinsentif untuk berproduksi kembali. Menurunnya kemauan dan
kemampuan untuk berproduksi akan menyebabkan penurunan pasokan dan berpotensi
meningkatkan inflasi di masa yang akan datang. Kedua, berlanjutnya kenaikan
harga cabai merah dan cabai rawit seiring kurang optimalnya produksi pada musim
penghujan. Ketiga, kenaikan harga kedelai yang berisiko mendorong naiknya harga
bahan makanan, termasuk harga produk peternakan. Keempat, berlanjutnya kenaikan
harga beras seiring masuknya periode tanam di beberapa sentra produksi.
Dalam rangka
mengantisipasi beberapa risiko tersebut, diperlukan langkah-langkah
pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap
rendah dan stabil, yakni: Pertama, memastikan keterjangkauan harga, dengan cara
melakukan pemantauan harga harian dan perbandingan harga dengan daerah lain,
salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
(https://hargapangan.id/), untuk melihat perkembangan harga yang terjadi dan
melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan. Kedua, memastikan ketersediaan
pasokan sebagai antisipasi lonjakan permintaan akibat optimisme masyarakat akan
adanya vaksin COVID-19. Untuk itu, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu
meningkatkan intensitas koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar
Daerah (KAD) dalam hal pemenuhan komoditas pangan strategis menghadapi risiko
kenaikan harga. Kota Bandar Lampung sebagai wilayah yang memiliki kontribusi
besar pada inflasi Provinsi Lampung perlu mengupayakan KAD, khususnya untuk komoditas-komoditas
utama penyumbang inflasi. Lebih lanjut, MoU tentang Kerjasama dalam rangka
Peningkatan Perekonomian Daerah oleh 10 Gubernur di Sumatera pada tahun 2020
dapat menjadi dasar untuk penguatan Kerjasama Antar Daerah dalam pemenuhan
pasokan bahan makanan di wilayah Sumatera. Pengawalan dalam pemberian bantuan
sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan terdampak COVID-19 juga perlu
ditingkatkan, termasuk ketersediaan pasokan komoditasnya agar tidak mendorong
kenaikan harga. Sementara itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB),
selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani, tentunya dapat mendukung upaya
peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan sehingga berdampak
positif pada stabilitas harga. Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui
TPID dan Satgas Pangan dengan cara melakukan koordinasi untuk memastikan
kembali kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok. Selain
untuk menjaga stabilitas harga, kelancaran distribusi dapat memudahkan petani memasarkan
produk dan mendapatkan harga yang wajar. Keempat, meningkatkan komunikasi
efektif terkait perkembangan harga, ketersediaan pasokan dan upaya pemerintah
dalam pemenuhan pasokan perlu disampaikan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga
ekspektasi positif bagi masyarakat dan menjaga stabilitas harga. (ida/rls)
Comments