OJK Jaga Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil, Dorong Sinergi Bersama Percepat Pemulihan Perekonomian
OTENTIK (JAKARTA) – Jumat (26/3/2021),
Otoritas Jasa Keuangan terus menjaga sektor jasa keuangan tetap stabil dan
terus berupaya mendorong upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid 19
dengan senantiasa melakukan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak
serta lembaga terkait.
Rapat Dewan
Komisioner (RDK) OJK, pekan ini menilai bahwa berdasarkan data hingga Februari
2021, stabilitas sistem keuangan masih terjaga dan mampu mendorong proses
pemulihan perekonomian yang sedang dilakukan Pemerintah.
OJK juga
terus memperkuat infrastruktur pengawasan sektor jasa keuangan dengan
mengeluarkan berbagai ketentuan pengawasan sejalan dengan perkembangan
teknologi informasi di industri jasa keuangan dan dukungan OJK terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional serta anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme.
Sejak awal
tahun hingga Maret ini, OJK sudah mengeluarkan 7 Peraturan OJK (POJK) dan 10
Surat Edaran OJK (SEOJK) kepada industri jasa keuangan mengenai berbagai
ketentuan di industri pasar modal, perbankan, dan IKNB.
Mengenai
perkembangan kebijakan retrukturisasi kredit dan pembiayaan yang dikeluarkan
OJK untuk menjaga sektor usaha dan stabilitas sistem keuangan,.Ketua Dewan
Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan jumlahnya terus meningkat meski
trennya semakin melandai sejak akhir tahun lalu.
Nilai
outstanding (dikurangi nilai pelunasan) restrukturisasi kredit untuk sektor
perbankan sampai dengan Januari 2021 mencapai Rp825,8 triliun untuk 6,06 juta
debitur. Jumlah ini mencapai 15,32% dari total kredit perbankan. Jika tidak
direstrukturisasi, debitur tersebut akan default dan memberikan dampak besar
bagi kinerja perbankan dan akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan serta
perekonomian nasional.
Perbankan
telah merestrukturisasi 4,37 juta debitur UMKM dengan total baki debet mencapai
Rp328 triliun, sedangkan jumlah debitur korporasi yang direstrukturisasi
sebesar 1,68 juta debitur dengan baki debet sebesar Rp497,7 triliun.
Wimboh
menyatakan upaya pemulihan ekonomi akan berjalan dengan baik jika semua pihak
tidak berjalan sendiri namun senantiasa melakukan koordinasi dan komunikasi
dengan pihak/lembaga terkait dalam mengeluarkan kebijakan.
Menurutnya,
penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya solusi untuk mendorong
pertumbuhan kredit. Berdasarkan data OJK, tren suku bunga menurun yang terjadi
di masa pandemi juga belum mampu menjadi stimulus pelaku usaha untuk
menggunakan fasilitas kreditnya. Pantauan OJK juga menunjukkan bahwa penurunan
bunga kredit modal kerja dan investasi tidak mempengaruhi jumlah penyaluran
kredit perbankan.
Saat ini,
dibutuhkan bagaimana mengembalikan demand masyarakat. Efektivitas vaksin akan
menjadi game changer bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional karena akan
memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas normal
kembali.
Sektor jasa
keuangan sangat siap untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor yang memberikan
dampak besar bagi penciptaan lapangan kerja dan perkonomian nasional.
Sejak Januari
2020 suku bunga acuan BI telah mengalami penurunan sebesar 150 bps. Penurunan
tersebut telah ditransmisikan oleh perbankan sehingga Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK) periode yang sama turun sebesar 101 bps (dari 11,32% menjadi 10,32%),
dan Suku Bunga Kredit (SBK) turun sebesar 95 bps (dari 12,99% menjadi 12,03%).
Penurunan
tersebut berasal dari penurunan Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) sebesar 86
bps (dari 5,61% ke 4,75%) dan penurunan overhead cost sebesar 29 bps (dari
3,18% ke 2,89%). Sementara profit margin
dan premi risiko naik masing-masing 14 bps (2,53% ke 2,68%) dan 5 bps (1,66% ke
1,71%). Hal tersebut menunjukkan masih terdapat potensi penurunan SBDK dan SBK
dari penurunan profit margin. Selain itu, suku bunga dana (deposito 12 bulan)
juga mengalami penurunan sebesar 122 bps dari 6,87% menjadi 5,64%
ASESMEN
PEREKONOMIAN
Rapat Dewan
Komisioner OJK menilai, perekonomian global diperkirakan pulih lebih cepat yang
terlihat dari akselerasi proses vaksinasi Covid-19 secara global dan membaiknya
sektor manufaktur.
Di AS,
perbaikan ekonomi diperkirakan berlangsung lebih cepat didorong oleh stimulus
fiskal senilai 1,9 triliun dolar AS dan tingginya laju vaksinasi yang
diperkirakan akan menciptakan herd immunity di semester 2-2021. Optimisme
pemulihan ekonomi di AS mendorong kenaikan yield US Treasury dan meningkatkan
volatilitas pasar keuangan global, terutama di pasar obligasi dan nilai tukar
negara Emerging Markets.
Perkembangan
positif dari sisi perekonomian dan progres vaksinasi tersebut mendorong pasar
saham global menguat di bulan Maret. Sampai dengan 19 Maret 2021, IHSG menguat
sebesar 1,8% mtd. Namun demikian, peningkatan volatilitas di pasar keuangan
global mendorong yield obligasi domestik meningkat dan nilai tukar Rupiah melemah
1,1% mtd ke Rp14.400/dolar AS.
Pelemahan
tersebut diiringi dengan outflow investor non residen sebesar Rp0,12
triliun mtd dan Rp1,01 triliun mtd (ytd pasar
saham: net buy Rp0,92 triliun; ytd pasar SBN: net
sell Rp1,3 triliun).
Di sektor
perbankan, dukungan Pemerintah dalam bentuk PMN kepada BUMN mendorong Dana
Pihak Ketiga (DPK) tumbuh double digit sebesar 10,11% yoy di Februari
2021, terutama didorong oleh pertumbuhan giro yang signifikan sebesar
19,98% yoy.
Sementara
itu, pada Februari 2021 kredit perbankan terkontraksi sebesar -2,15% yoy
seiring dengan tingginya tren pelunasan kredit serta belum pulihnya permintaan
sektor usaha. Di industri keuangan non bank, piutang Perusahaan Pembiayaan
terkontraksi sebesar -19,8% yoy dikarenakan belum pulihnya permintaan dari
sektor rumah tangga.
Industri
asuransi tercatat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp22,8 triliun (Asuransi
Jiwa: Rp15,5 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp7,3 triliun) dan fintech
P2P Lending Februari 2021 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp16,96
triliun atau tumbuh sebesar 17,0% yoy.
Hingga 23
Maret 2021, jumlah penawaran umum yang dilakukan di pasar modal mencapai 30
emiten, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp33,7 triliun. Dari
jumlah penawaran umum tersebut, 7 di antaranya dilakukan oleh emiten baru.
Dalam pipeline saat ini terdapat 66 emiten yang akan melakukan penawaran umum
dengan total indikasi penawaran sebesar Rp25,33 triliun.
PERMODALAN
TINGGI
Di tengah
moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret
2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,21% (NPL
net: 1,04%) dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan 3,9%.
Risiko nilai
tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi
Devisa Neto (PDN) Februari 2021 sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas
ketentuan sebesar 20%.
Sementara
itu, likuiditas berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core
deposit dan alat likuid/DPK per 17 Maret 2021 terpantau pada level 160,41% dan
34,67%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan
lembaga jasa keuangan sampai saat ini terjaga pada level yang memadai. Capital
Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 24,61% serta Risk-Based Capital
industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 537% dan 352%,
jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio
Perusahaan Pembiayaan yang sebesar 2,04%, jauh di bawah batas maksimum 10%.
Ke depan, OJK
akan terus mendukung kebijakan Pemerintah untuk mendorong bangkitnya sektor
usaha yang dapat memberikan multiplier effect tinggi bagi pemulihan
perekonomian.
OJK juga akan
terus memperluas akses pembiayaan digital untuk UMKM sebagai daya ungkit bagi
kegiatan perekonomian secara menyeluruh serta melanjutkan kebijakan stimulus
melalui sektor keuangan untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor yang
menciptakan lapangan kerja.
Seluruh
kebijakan di atas senantiasa disempurnakan dengan penguatan koordinasi dengan
pemangku kepentingan, Pemerintah, Bank Indonesia dan LPS untuk mengidentifikasi
akar permasalahan, antara lain melalui pertemuan-pertemuan dengan asosiasi
industri sektor riil dan industri jasa keuangan. (ida/rls)
Comments