IHK Provinsi Lampung September 2021 Mengalami Inflasi Sebesar 0,05% Mtm
OTENTIK (BANDARLAMPUNG) –
Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada September 2021 mengalami inflasi
yaitu sebesar 0,05% (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya
dan rata-rata inflasi bulan September dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang masing-masing
mengalami deflasi sebesar 0,50% (mtm) dan 0,21% (mtm). Pencapaian tersebut juga
lebih tinggi dari capaian Nasional yang mengalami deflasi sebesar 0,04% (mtm)
namun lebih rendah dari Sumatera yang mengalami inflasi sebesar 0,18% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,56% (yoy), atau
lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,60%
(yoy) dan 2,08% (yoy).
Dilihat dari
sumbernya, inflasi pada bulan September 2021 didorong oleh
peningkatan
pada beberapa komoditas seperti; rokok kretek filter, mobil, minyak goreng,
daging ayam
ras dan angkutan udara dengan andil masing-masing sebesar 0,14%; 0,08%;
0,04%; 0,02%;
dan 0,02%. Kenaikan harga pada komoditas rokok kretek filter disebabkan oleh
peningkatan
harga dari distributor dikarenakan adanya kebijakan kenaikan tarif cukai rokok
sebesar
12,5% yang
berlaku sejak 1 Februari 2021. Sementara itu, kenaikan harga mobil dikarenakan
adanya
pengurangan
pemberlakuan insentif PPnBM oleh pemerintah dari 50% menjadi 25% untuk jenis
mobil dengan
spesifikasi tertentu. Di sisi lain, kenaikan harga minyak goreng disebabkan
oleh masih
berlanjutnya
peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama. Selain itu,
kenaikan
harga daging ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan sejak ditetapkannya
pelonggaran
kebijakan PPKM di Bandar Lampung. Lebih lanjut, dampak penurunan status PPKM
tersebut
mempengaruhi permintan akan angkutan udara sehingga mendorong peningkatan
harga.
Meski
demikian, Inflasi yang lebih tinggi pada periode September 2021 tertahan
oleh adanya
deflasi pada sebagian komoditas di antaranya telur ayam ras, bawang merah,
telepon
seluler, cabai merah dan anggur dengan andil masing-masing sebesar -0,11%;
-0,06%;
-0,03%;
-0,02%; dan -0,02%. Penurunan harga yang terjadi pada kelompok telur ayam ras
bersumber
dari pasokannya yang cukup melimpah, di tengah terbatasnya proses pemulihan
permintaan
terutama untuk sektor horeca (hotel, restoran, cafe) yang merupakan penyumbang
konsumsi
terbesar telur ayam ras. Sementara itu, masuknya musim panen untuk komoditas
bawang
merah yang
menyebabkan pasokan meningkat turut mendorong penurunan harga. Sementara itu,
komoditas
telepon selular masih melanjutkan penurunan harga oleh distributor sebagai
strategi pemasaran untuk mendorong penjualan. Lebih lanjut, penurunan harga
komoditas anggur didorong oleh terbatasanya permintaan dan masuknya masa panen.
Semrntara
itu, NTP Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan
rakyat,
peternakan dan perikanan budidaya. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya
peningkatan
harga pada komoditas kelapa sawit, lada, ayam ras pedaging dan sapi potong.
Sementara
itu, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga
Petani
tercatat
mengalami penurunan sebesar 0,37% (mtm) sejalan dengan penurunan harga kelompok
makanan,
minuman dan tembakau. Dengan demikian, NTP September 2021 tercatat meningkat
sebesar 0,47%
(mtm) dari 102,91 di bulan Agustus 2021 menjadi 103,40 pada bulan September
2021.
Meskipun secara umum NTP tercatat di atas 100, namun demikian masih terdapat
subsektor
yang
kinerjanya masih perlu ditingkatkan seperti subsektor Tanaman Pangan dan
Hortikultura yang
masih berada
di bawah 100 yaitu masing-masing sebesar 93,65 dan 93,05.
Ke depan, KPw
BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap
terkendali
pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu
dimitigasi,
antara lain: Pertama, peningkatan harga pada komoditas perikanan yang didorong
oleh
faktor cuaca.
Kedua, potensi peningkatan harga beras seiring berkurangnya pasokan memasuki
masa tanam
gadu. Ketiga, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan
peningkatan
harga komoditas CPO Dunia. Keempat, mulai meningkatnya harga komoditas
hortikultura
seiring dengan berakhirnya masa panen dan masuknya musim penghujan. Kelima,
mulai
meningkatnya permintaan masyarakat yang didorong oleh pelonggaran status PPKM
Kota
Bandar
Lampung.
Dalam menjaga
agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan stabil,
diperlukan
langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko di atas.
Pertama,
memastikan keterjangkauan harga dari komoditas-komoditas strategis. Tim
Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus
memastikan
keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas-komoditas strategis
secara
harian, yakni
salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
(https://hargapangan.id/),
untuk melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan
yang
diperlukan. Kedua, memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang
besar/utama
dan pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan,
khususnya
untuk pasokan yang berasal dari luar Provinsi Lampung tersebut. Di sisi lain,
guna
memenuhi
ketersediaan pasokan, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus
mengoptimalkan
dan
meningkatkan koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD)
khususnya untuk
pemenuhan
pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis.
Langkah
konkrit yang dapat dilakukan oleh Tim TPID Provinsi/Kabupaten/Kota terkait KAD
adalah
melakukan pendataan
neraca pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit
komoditas di
wilayah masing-masing. Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya
(KPB)
yang
merupakan terobosan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian
dan
ketersediaan
pasokan perlu terus ditingkatkan. Ketiga, memastikan kelancaran distribusi
melalui TPID
dan Satgas Pangan dengan terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan
kelancaran
akses distribusi bahan pokok di Provinsi Lampung di tengah pembatasan mobilitas
akibat
diberlakukannya
PPKM di berbagai wilayah baik di Provinsi Lampung maupun di wilayah lainnya.
Selain
stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan
distributor,
produsen dan
petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan harga yang wajar.
Digitalisasi
perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau marketplace
lokal
untuk menjaga
kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus mendorong penggunaan transaksi
nontunai.
Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi informasi harga dan
iklan layanan
masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar bijak berkonsumsi dan mengurangi
asymmetric
information untuk menjaga ekspektasi inflasi, terutama di tengah pemberlakuan
PPKM
di berbagai
wilayah Indonesia. Selain itu, masih terdapat tantangan bagi TPID kedepan yakni
upaya
penguatan
daya beli masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi Nasional. Oleh karena
itu,
TPID harus
bersama-sama mendorong percepatan realisasi program perlindungan sosial dan
perlunya
melakukan
identifikasi potensi sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi antara lain melalui
optimalisasi
Local Value Chain (LVC) sebagai strategi dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi
di daerah. (ida/rls)
Comments